Pendidikan Karakter dan Peran Pemerintah

Print Friendly and PDF


PENDIDIKAN KARAKTER
DAN PERAN PEMERINTAH**

Oleh  Sardiman AM


Pengantar
Tahun 2010 ini boleh dikatakan sebagai tahun pendidikan karakter. Pasalnya sejak awal tahun 2010,  tepatnya pada tanggal 14 Januari 2010,  pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan program “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai gerakan nasional.  Setelah dicanangkan program ini,  beberapa Direktorat Jenderal dengan Direktorat-direktorat yang ada segera menindaklanjuti dengan menyusun rambu-rambu penerapan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Bahkan kementerian-kementerian lainpun tidak ketinggalan juga diberi tugas untuk mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter di lingkungannya. Di lingkungan Kementerian Pendidikan telah berhasil disusun “Disain Induk Pendidikan Karakter”. Kemudian di Direktorat PSMP, di Puskur juga telah membuat rancangan  pelaksanaan dengan mengembangkan sialabus yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter bangsa.
Demam pendidikan karakter terjadi di mana-mana. Selama tahun 2010 ini hampir setiap pertemuan ilmiah, seperti diskusi, sarasehan, dan seminar, baik seminar regional,  nasional maupun internasional mengambil tema tentang pendidikan karakter. Nampaknya program pendidikan karakter ini masih akan menjadi main stream di masa-masa berikutnya. Hal ini menunjukkan betapa urgensinya  mengenai pendidikan karakter bagi warga bangsa ini, sehingga sangat tepat pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Mengapa pertlu pendidikan karakter, apa dan bagaimana pendidikan karakter, bagaimana peran pemerintah dalam pengembangan pendidikan karakter? Beberapa pertanyaan inilah yang dicoba akan dijawab melalui tulisan singkat ini.

Mengapa Perlu Pendidikan Karakter
             Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mengawali kerajanya sebagai kepala pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II mengangkat isu tentang pendidikan karakter bangsa sebagai pilar pembangunan. Selanjutnya Presiden menyatakan bahwa kita harus menjaga jati diri kita, keindonesiaan kita. Hal yang membedakan bangsa kita dengan bangsa lain di dunia adalah budaya kita, way of life kita dan keindonesiaan kita. Ada identitas dan kepribadian yang membuat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak mudah goyah. Keindonesiaan kita tercermin dalam sikap pluralisme atau kebhinekaan, kekeluargaan, kesatuan, toleransi, sikap moderat,  keterbukaan, dan kemanusiaan.  Hal-hal inilah yang harus kita jaga, kita pupuk,  kita suburkan di hati sanubari kita dan di hati anak-anak kita.
Pernyataan presiden tersebut mengingatkan kita semua kepada pesan Bung Karno, Presiden pertama RI.  Bung Karno yang  menggelorakan tema  besar “nation and character building”  pernah berpesan kepada kita bangsa Indonesia, bahwa tugas berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila pembangunan karakter bangsa ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli (.H. Soemarno Soedarsono, 2009: sampul). Pernyataan Bung Karno ini menunjukkan pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter demi tegak dan kokohnya jati diri bangsa agar mampu bersaing di dunia global.
Pandangan dan pernyataan dari dua pemimpin itu, cukuplah sudah untuk memberikan gambaran bahwa pendidikan karakter bangsa itu merupakan hal sangat fundamental dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu sudah selayaknya kalau pendidikan atau pembangunan karakter bangsa ini secara konstitusional mendapatkan landasan yang kuat. Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila telah memberikan landasan yang begitu mendasar, kokoh dan komprehensif. Selanjutnya secara operasiponal di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang  Nasional tahun 2005-2025 (lih. UU RI No. 17 Tahun 2007), ditegaskan bahwa misi pertama pembangunan  nasional adalah terwujudnya  karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada tuhan YME, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis dan berorientasi ipteks. Berikutnya di dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (2010) disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal yang sangat esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai ”kemudi” dan kekuatan, sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Dalam proses pembangunan karakter bangsa ini harus difokuskan pada tiga tataran besar: (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa, (2) untuk menjaga keutuhan NKRI, dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat (Udin S. Winataputra, 2010: 1)
Argumentasi tentang pentingnya pendidikan karakter dan perangkat lunak sebagai landasan dan rambu-rambu dalam pelaksanaan pendidikan karakter sudah tersedia. Bagaimana harus melaksanakan. Kegiatan melalui bidang pendidikan nampaknya merupakan wahana yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan karakter bangsa.  Secara khusus di dalam bidang pendidikan juga telah diberikan rambu-rambu dan arah yang jelas bagaimana membangun karakter dan kepribadian anak bangsa ini. Di dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  Inilah rumusan tujuan pendidikan yang sesungguhnya, tujuan pendidikan yang utuh dan sejati. Aspek-aspek yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan ini, baik yang terkait dengan tujuan eksistensial, kolektif maupun individual harus dicapai secara utuh melalui proses pendidikan dalam berbagai jalur dan jenjang. Kalau hal ini dapat dilakukan, maka proses pencapaian tujuan pendidikan nasional sedang berlangsung dan berada pada jalur yang benar.


Namun sayang dalam pelaksanaan pendidikan di lapangan, rumusan tujuan pendidikan nasional yang begitu komprehensip itu tidak sepenuhnya dipedomani. Secara formal sebenarnya telah muncul kesadaran bahwa misi utama pendidikan  tidak sekedar membuat peserta didik pintar otaknya, tetapi juga berkarakter baik. Tetapi dalam kenyataannya penyelenggaraan pendidikan kita lebih pragmatis dan masih tetap menekankan pada penguasaan materi ajar.  Di lembaga pendidikan formal, penyelenggaraan pendidikan lebih banyak sebagai proses pengembangan ranah kognisi, dan membangun  kecerdasan intelektual, sehingga pendidikan kita lebih bersifat intelektualistik, yang bisa bias tujuan. Sementara dari segi kualitas, pendidikan kita masih juga sering dipertanyakan, dengan tidak menutup mata sebagian di antara anak bangsa ini yang dapat mengharumkan nama bangsa Indonesia. Tetapi secara umum masih banyak pekerjaan rumah yang harus diperbaiki
Berbagai upaya untuk memecahkan masalah  di bidang pendidikan tersebut, terus dilakukan. Sebagai contoh adanya peningkatan anggaran pendidikan, pengembangan IT, ujian nasional (sekalipun ada pro dan kontra), sertifikasi pendidik/guru (yang masih juga menyisakan permasalahan besar), dan juga  dilakukannya revisi atau  penyempurnaan  kurikulum  dengan dikeluarkannya Permen no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, dan Permen no. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang kemudian melahirkan  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun kenyataannya, berbagai upaya perbaikan itu belum membuahkan hasil yang signifikan, apalagi kalau dikaitkan arah tujuan pendidikan nasional untuk membentuk karakter individu dan masyarakat, serta bangsa Indonesia yang bermartabat, masih menghadapi kendala yang begitu kompleks.
Harus diakui bahwa kita masih menghadapi kondisi kehidupan  sosio kebangsaan yang meprihatinkan.   Peristiwa politik tahun 1998 yang telah mengakhiri kekuasaan Orde Baru dengan berbagai euforianya ternyata masih menyisakan luka mendalam di berbagai aspek kehidupan. Berbagai bentuk pelanggaran masih terus terjadi. Misalnya demokrasi yang “kebablasan” yang kadang melahirkan anarkhisme dan ketidaksabaran, tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM, perilaku amoral dan runtuhnya budi pekerti luhur,  semau gue, tidak tertib,  dan tidak disiplin,  berbagai bentuk kenakalan remaja dan perkelahian antarpelajar, korupsi, perilaku pimpinan yang kadangberperilaku  tidak pantas, ketidakjujuran dan budaya nerabas, rentannya kemandirian dan jati diri bangsa, masih  menghiasai kehidupan bangsa kita (Sardiman AM. , 2006). Kemandirian dan jati dirinserta semangat kebangsaan kita turun tajam dan di mata masyarakat internasional seperti kita telah kehilangan karakter yang selama beratus-ratus tahun bahkan berabad-abad kita bangun. Pancasila yang merupakan dasar negara dan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi tidak aplikatif. Inilah potret sebagian dari kehidupan sosio-kebangsaan  yang menjadikan keprihtinan kita semua. Menurur Thomas Lickona,  (dikutip dari Sjamsi Pasandaran, 2010:3) berbagai permasalahan sosio kebangsaan itu merupakan pertanda kehancuran suatu bangsa.  Kondisi ini juga mendapat perhatian khusus oleh Presiden  RI, dan Menteri Pendidikan Nasional. Menteri Pendidikan Nasional pernah mengatakan bahwa kehidupan kita ini kadang seperti permainan sirkus (Kedaulatan Rakyat, 3 Mei 2010: 1), yang menurut Presiden SBY sebagian masyarakat kita terlanda tragedi akhlak (Media Indonesia 11 Juli, 2010: 1). Itulah sebabnya sangatlah tepat kalau pemerintah mencanangkan dan melaksanakan pendidikan budaya dan karakter bangsa

Sekilas tentang Pendidikan Karakter
             Secara umum, karakter sering diidentikkan dengan tempramen, atau yang paling populer, karakter sering disamakan dengan kepribadian. Kepribadian dipandang sebagai ciri atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya di lingkungan keluarga saat masih kecil dan bawaan seseorang sejak lahir (Doni Koesoema A, 2007: 80). Dalam konteks mikro, karakter secara koheren akan memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang.  Karakter merupakan ciri khas seseorang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Sedang secara makro, karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa sekelompok orang yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan norma-norma UUD 1945 (Udin S. Winataputra, 2010:3). Uraian ini menunjukkan bahwa karakter itu tidak semata-mata pembawaan, tetapi memerlukan program pembinaan.  Oleh karena itu, pendidikan karakter yang dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti (lih. juga Darmiyati Zuchdi, 2008: 5)  merupakan program yang sangat diperlukan untuk mengembangkan dan memantapkan kepribadian setiap anggota masyarakat dan bangsa.
Pendidikan karakter merupakan peluang bagi penyempurnaan diri manusia. Pendidikan karakter merupakan proses pendewasaan dan pematangan diri seseorang   agar menjadi manusia seutuhnya, manusia yang berkarakter yang terlihat pada kehidupan moral dan kematangan pada setiap diri seseorang warga belajar, sehingga memahami kebaikan, mau berbuat baik dan berperilaku baik sebagai manifestasi dari pribadi yang baik (lih. Warsono, dalam Jumadi (edit), 2010: 35).  Pendidikan karakter atau pendidikan moral merupakan proses pembinaan, pembudayaan dan pemanusiaan. Pendidikan karakter akan  mengantarkan  warga belajar  dengan potensi yang dimilikinya dapat menjadi insan-insan yang beradab, dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kehambaan dan kekhalifahan.
Analog dengan  pemahaman tersebut, maka pengembangan pendidikan karakter di sekolah, juga merupakan proses pembinaan, pemberian bimbingan dan fasilitasi kepada peserta didik agar menjadi insan dan  generasi muda yang cerdas, terampil, mandiri, berbudi pekerti luhur, beriman dan bertakwa, sebagai manifestasi dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga serta olah rasa dan karsa yang telah disebut di muka. Kirsten Lewis (1996:8) menegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya untuk mengembangkan akhlak mulia dan kebiasaan yang baik bagi para peserta didik. Oleh karena itu, institusi pendidikan atau sekolah harus menjadi lingkungan yang kondusif. Sekolah harus menjadi sebuah komunitas dan wahana persaudaraan tempat berkembangnya nilai-nilai kebaikan dan sarana pembiasaan yang baik.  Dalam pengembangan pendidikan karakter, guru harus juga bekerja sama dengan keluarga atau orang tua/wali peserta didik. Bahkan menurut Cletus R. Bulach (2002: 80), guru dan orang tua perlu membuat kesepakatan tentang nilai-nilai utama apa yang perlu dibelajarkan misalnya: respect for self, others,  honesty; self-control/discipline. Dalam kaitan ini Thomas Lickona (2000: 48)  menyebutkan beberapa nilai kebaikan yang perlu dihayati dan dibiasakan dalam kehidupan peserta didik agar tercipta kehidupan yang harmonis di lingkungan sekolah, dalam keluarga dan masyarakat. Beberapa nilai itu antara lain: kejujuran, kasih sayang, pengendalian diri, saling menghargai/menghormati, kerjasama, tanggung jawab, dan ketekunan.
Dalam konteks keindonesiaan, pendidikan  karakter bangsa merupakan suatu proses pembudayaan dan transformasi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa  (Indonesia) untuk melahirkan insan atau  warga negara yang bermartabat dan berperadaban tinggi. Karakter bangsa adalah sebuah keunikan suatu komunitas yang mengandung perekat kultural bagi setiap warga negara. Karakter bangsa menyangkut perilaku yang mengandung core values dan nilai-nilai yang berakar pada filosofi Pancasila, dan dan norma UUD 1945 serta simbol-simbol keindonesiaan seperti: Sang Saka Merah Putih, semboyan Bhineka Tunggal Ika, lambang Garuda Pancasila, Lagu Indonesia Raya (lih. ALPTKI, 2009: 3). Esensi nilai-nilai keindonesiaan ini harus menjadi bagian penting dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa. Namun harus diingat bahwa pendidikan karakter bangsa tidak hanya berurusan dengan transformasi dan internalisasi core values dan nilai-nilai keindonesiaan kepada peserta didik, tetapi   pendidikan karakter bangsa juga merupakan  proses usaha bersama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan individu, masyarakat dan bangsa yang mantap. Tujuan dari pendidikan dan pembangunan karakter bangsa itu adalah untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara, agar menjadi warga negara yang baik, mampu mewujudkan masyarakat bangsa atas dasar sila-sila Pancasila (lih. Kebijakan Nasional, 2010:5). Adapun sasarannya adalah (Kebijakan Nasional, 2010:5-6): (1) Lingkup Keluarga, merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan nilai-nilai kebaikan yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain di keluarga, sehingga melahirkan anggota keluarga yang berkarakter. (2) Lingkup satuan pendidikan, merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter yang dilaksanakan dengan, (a) pengintegrasian pada semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya sekolah, (c) melalui kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler, (d) pembiasaan perilaku dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah. (3) Lingkup pemerintahan, merupakan wahana pengembangan karakter bangsa melalui keteladanan penyelenggara negara, elit pemerintah dan elit politik. (4) Lingkup Masyarakat sipil, merupakan wahana pengembangan dan pendidikan karakter melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial. (5) Lingkup masyarakat politik, merupakan wahana untuk  melibatkan warga negara dalam penyaluran aspirasi politik. (6) Lingkup Dunia Usaha, merupakan wahama interaksi para pelaku sektor riil yang menopang bidang perekonomian  nasional, yang ditandai misalnya menguatnya daya saing dan meningkatnya lapangan kerja (7) Lingkup media massa, merupakan fungsi dan sistem yang memberi pengaruh signifikan terhadap publik, terutama terkait dengan pengembangan nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai jati diri bangsa. Media massa perlu bersifat selektif dalam pemberitaan dan program tayangannya.
Beberapa uraian tersebut memberi petunjuk bahwa karakter, baik dalam konteks mikro (karakter pada diri individu), maupun dalam arti makro (karakter bangsa), memerlukan proses menjadi, tumbuh dan berkembang, bukan sesuatu yang otomatis dan datang dengan sendirinya. Oleh karena itu, dalam pengembangan karakter seseorang atau karakter bangsa, perlu adanya rekayasa sosial (Zamroni, 2010: 1). Program pemerintah mengenai ”Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa”, tersirat sebuah upaya rekayasa sosial untuk mewujudkan peserta didik dan generasi Indonesia yang ber-Ketuhanan YME, berkemanusiaan, berjiwa persatuan, berorientasi kerakyatan dan berkeadilan sosial, melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa, cerdas, berakhlah mulia, demokratis dan bertanggung jawab, generasi yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sosial dan spiritual serta keterampilan kinestetik. Sebagai Kementerian yang bertanggung jawab penuh tentang pelaksanaan program ”Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa”, Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 11-12) telah menyusun  ”Disain Induk Pendidikan Karakter”, sebagai kerangka paradigmatik implementasi pembangunan karakter bangsa, melalui sistem pendindikan. Disain yang dimaksud kurang lebih  sebagai berikut.
  1. Secara makro pengembangan pendidikan karakter dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni: perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat pendidikan karakter yang digali dan dikristalisasi dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan : (1) filosofis- agama, Pancasila, UUD 1945, UU No.20 Tahun 2003, beserta ketentuan perundangan-undangan turunannya; (2) teoritis- misalnya teori  pendidikan, pendekatan psikologis, nilai dan moral, sosial budaya; (3) pertimbangan empiris, berupa pengalaman dan praktik terbaik dari tokoh dan lembaga, satuan pendidikan, pesantren, dll.
  2. Tahap implementasi, dikembangkan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri  peserta didik. Proses ini dilaksanakan  melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan. Proses ini melalui tiga pilar pendidikan, yakni satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Pada masing-masing pilar ada dua pendekatan, intervensi dan habituasi. Pada intervensi, dikembangkan suasana interaksi belajar mengajar, proses pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan program kegiatan yang terstruktur. Dalam hal ini peran guru menjadi sangat penting. Pendekatan habituasi dilakukan dengan menciptakan kondisi yang konduif, dan dengan berbagai pengauatan yang memungkinkan peserta didik, baik di sekolah, keluarga/di rumahnya, dan di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku yang baik seperti yang telah dipraktikan melaui proses intervensi.
  3. Dalam konteks makro, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pelaksanaan pendidikan karakter merupakan komitmen dan tanggung jawab seluruh sektor kehidupan.
  4. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan evaluasi program untuk perbaikan berkelanjutan, yang sengaja dirancang dan dilaksanakan untuk menditeksi aktualisasi karakter pada diri peserta didik untuk mengetahui bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu sudah berhasil baik atau belum.

Secara konkret ”Disain Induk Pendidikan Karakter” itu dapat dilihat pada gambar berikut.
Disain tersebut menggambarkan proses pendidikan yang begitu komprehensif, sebagai rancangan rekayasa pembentukan karakter yang baik, dengan melibatkan semua komponen yang bertanggung jawab terhadap penyelenggarakan pendidikan. Dengan format yang demikian itu, maka pengembangan pendidikan karakter telah mendorong penyelenggaraan pendidikan yang sesungguhnya, sebagaimana  diamanatkan oleh UU Sisdiknas.

Peran Pemerintah
        Pemerintah merupakan komponen yang sangat penting dalam kegiatan pembentukan karakter bangsa. Para aparatur negara sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan  yang ikut menentukan  berhasilnya pembangunan karakter bangsa, baik pada  tataran informal, formal maupun nonformal. Terkait dengan ini maka pemerintah harus secara intens melibatkan diri dalam pendidikan karakter ini dengan berbagai regulasi, menetapkan berbagai peraturan daerah yang dapat mendukung pelaksanaan pembentukan karakter bangsa.
Bagi pemerintah pusat perlu ada political will,  menopang dengan berbagai kebijakan umum yang memperkuat pengembangan program pendidikan karakter. Melalui Kementerian Pendidikan Nasional, kemudian mengeluarkan berbagai pedoman melalui para ahli untuk pelaksanaan pendidikan karakter bangsa di berbagai daerah, termasuk sudah barang tentu dukungan dana (sekalipun dalam bentuk kebijakan). Sementara itu Pemerintah Daerah dapat mengeluarkan berbagai peraturan daerah (Perda) untuk memback-up pelasanaan pendidikan karakter di daerah. Misalnya perda yang terkait dengan peraturan berlalu lintas, Perda tentang kost para pelajar mahasiswa, tentang ketertiban dan kebersihan lingkungan, tentang mass media. Kemudian secara fisik, pemerintah menyediakan dana untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berlangsung pembentukan karakter bagi individu, masyarakat, termasuk warga belajar. Misalnya pemasangan banner-banner, spanduk, papan nama yang berisi pesan-pesan atau slogan agar seseorang atau masyarakat berperilaku baik dalam kegiatan sehari-hari. Pemerintah menguasahakan lingkungan yang bersih dan indah, yang membawa nuansa lingkungan hidup yang rapi, sehat, dan nyaman.
Perlu ditambahkan bahwa dalam pengembangan pendidikan karakter perlu keteladanan. Dalam hal ini pemerintah memiliki peranan yang sangat strategis. Pemerintah sebagai aparatur negara dan penyelenggara pemerintah dikenal sebagai pemimpin masyarakat akan selalu dicontoh. Oleh karena itu, pemerintah memiliki peran keteladanan yang amat kuat. Dengan demikian para elit pimpinan, elit politik haruslah berperilaku sebagai teladan dalam berbagai hal. Dengan prinsip keteladanan ini akan diharapkan pengembangan pendidikan karakter bagi masyarakat dapat berjalan efektif.

Penutup
Demikian sekelumit pembahasan mengenai tema “Pendidikan Karakter dan Peran Pemerintah. Pendidikan karakter merupakan wahana yang strategis untuk membentuk insan-insan Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, demokratis dan bertanggung jawab, memiliki jati diri dan semangat kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Karakter bangsa merupakan hal yang sangat esensial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karakter akan senantiasa menjadi ruh dan kekuatan bangsa untuk menghadapi setiap perkembangan, termasuk tantangan dunia global. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus diperjuangkan sekuat tenaga. Untuk itu perlu ada peran berbagai pihak, termasuk political will dan teladan dari pemerintah.


DAFTAR PUSTAKA

ALPTKI, 2009.  Pemikiran tentang Pendidikan Karakter dalam Bingkai Utuh Sistem      Pendidikan Nasional, Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Bulach, Cletus R., 2002. “Implementing a Character Education CurricuAssessing Its Impact on Student Behavior”, ProQuest Education Journal, Dec.2002.

Darmiyati Zuchdi, 2008. Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali    Pendidikan Yang Manusiawi, Jakarta: Bumi Aksara.

Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter, Jakarta: Grasindo.

Jumadi, dkk, (2010), ”Pendidikan Karakter dan Integritas Publik”, Proceedings,       Seminar Internasional oleh HISPISI dan UNM di UNM Makasar, 13-14 Juli 2010
Previous
Next Post »

WARNING..!! Etika BERKOMENTAR di Blog all's well :

a. Gunakanlah Perkataan yang Baik, Ramah dan Sopan
b. Komentar SPAM akan all's well HAPUS setelah direview
c. Komentar NEGATIF & RASIS akan Segera di HAPUS
d. Dilarang Menambahkan "LINK AKTIF" dalam Komentar

Note: "ANDA SOPAN KAMI PUN SEGAN" (all's well) ConversionConversion EmoticonEmoticon

Our Gallery