(Jakarta): Sedikitnya empat organisasi guru nasional di luar Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) menolak revisi Peraturan Pemerintah (PP) 74/2008
tentang Guru. Penolakan ini terletak pada pasal 44 yang mengatur pembatasan
jumlah kepengurusan dan keanggotaan organisasi profesi guru Indonesia.
Empar organisasi guru itu di
antaranya Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Ikatan Guru Indonesia (IGI),
Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dan PGSI (Persatuan Guru Seluruh
Indonesia).
Sekretaris Jenderal IGI, Muhammad Ikhsan, mengatakan pada 7 Oktober 2013 pihaknya sudah ikut dalam pertemuan yang dimotori Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membahas draft akhir revisi PP 74/2008 tersebut. Namun terjadi deadlock saat pembahasan soal pasal 44.
"Karena itu, kita berinisiatif mengajukan draft perubahan terutama pada pasal 44 revisi PP 74/2008 tersebut ke Kemendikbud siang ini, didampingi oleh LBH Jakarta," kata Muhammad Ikhsan, Rabu (9/10) di Jakarta.
Sekjen FSGI, Retno Listyarti, menyimpulkan bahwa dalam draft akhir yang dibahas bersama Kemduikbud 7 Oktober lalu menggambarkan Kemdikbud tidak ingin menjalankan rekomendasi Komnas HAM, yang meminta syarat pendirian organisasi profesi guru berdasarkan persentase anggota seharusnya tidak tercantum dalam revisi PP 74/2008 pasal 44.
"Persyaratan persentase itu merupakan syarat untuk hak-hak komunal bukan hak individu. Sementara kebebasan berorganisasi dan berserikat merupakan hak individu sebagaimana diatur dalam UU HAM," tegas Retno.
Untuk itu mereka ingin mengingatkan Kemdikbud jangan sampai membuat peraturan yang berpotensi melanggar HAM. Selain itu, mereka juga mengajukan kompilasi usulan pengganti dari isi pasal 44 dari draft revisi yang terakhir.
“Kami menduga Kemendikbud mengatur dan mengarahkan organisasi profesi guru yang tunggal, dengan menggunakan contoh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Padahal kan, IDI sebagai wadah tunggal dokter pendiriannya tidak diatur oleh Departemen Kesehatan," jelasnya.
Retno juga mempertanyakan mengapa pemerintah begitu takut dengan banyaknya organisasi guru, sehingga harus mengeluarkan aturan sedemikian ketat yang berpotensi melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.
Muhammad Isnur dari LBK Jakarta menyatakan Pasal 28J UUD 1945 disebutkan pembatasan hak asasi manusia terkait kebebasan berserikat dan berkumpul harus dilakukan melalui UU, bukan melalui PP. Sehingga memaksakan pembatasan Hak atas Kebebasan berserikat dan berkumpul melalui PP menurutnya inkonstitusional.
"Apalagi jelas draft pengaturan yang dibuat oleh Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, bertentangan dengan Pasal-pasal dalam UUD 1945, juga UU lainnya. Di sini Pemerintah telah berbuat Kesalahan fatal dengan mengangkangi hukum dan konstitusi," tegas Muhammad Isnur.(fat/jpnn)
Sekretaris Jenderal IGI, Muhammad Ikhsan, mengatakan pada 7 Oktober 2013 pihaknya sudah ikut dalam pertemuan yang dimotori Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membahas draft akhir revisi PP 74/2008 tersebut. Namun terjadi deadlock saat pembahasan soal pasal 44.
"Karena itu, kita berinisiatif mengajukan draft perubahan terutama pada pasal 44 revisi PP 74/2008 tersebut ke Kemendikbud siang ini, didampingi oleh LBH Jakarta," kata Muhammad Ikhsan, Rabu (9/10) di Jakarta.
Sekjen FSGI, Retno Listyarti, menyimpulkan bahwa dalam draft akhir yang dibahas bersama Kemduikbud 7 Oktober lalu menggambarkan Kemdikbud tidak ingin menjalankan rekomendasi Komnas HAM, yang meminta syarat pendirian organisasi profesi guru berdasarkan persentase anggota seharusnya tidak tercantum dalam revisi PP 74/2008 pasal 44.
"Persyaratan persentase itu merupakan syarat untuk hak-hak komunal bukan hak individu. Sementara kebebasan berorganisasi dan berserikat merupakan hak individu sebagaimana diatur dalam UU HAM," tegas Retno.
Untuk itu mereka ingin mengingatkan Kemdikbud jangan sampai membuat peraturan yang berpotensi melanggar HAM. Selain itu, mereka juga mengajukan kompilasi usulan pengganti dari isi pasal 44 dari draft revisi yang terakhir.
“Kami menduga Kemendikbud mengatur dan mengarahkan organisasi profesi guru yang tunggal, dengan menggunakan contoh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Padahal kan, IDI sebagai wadah tunggal dokter pendiriannya tidak diatur oleh Departemen Kesehatan," jelasnya.
Retno juga mempertanyakan mengapa pemerintah begitu takut dengan banyaknya organisasi guru, sehingga harus mengeluarkan aturan sedemikian ketat yang berpotensi melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.
Muhammad Isnur dari LBK Jakarta menyatakan Pasal 28J UUD 1945 disebutkan pembatasan hak asasi manusia terkait kebebasan berserikat dan berkumpul harus dilakukan melalui UU, bukan melalui PP. Sehingga memaksakan pembatasan Hak atas Kebebasan berserikat dan berkumpul melalui PP menurutnya inkonstitusional.
"Apalagi jelas draft pengaturan yang dibuat oleh Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, bertentangan dengan Pasal-pasal dalam UUD 1945, juga UU lainnya. Di sini Pemerintah telah berbuat Kesalahan fatal dengan mengangkangi hukum dan konstitusi," tegas Muhammad Isnur.(fat/jpnn)
WARNING..!! Etika BERKOMENTAR di Blog all's well :
a. Gunakanlah Perkataan yang Baik, Ramah dan Sopan
b. Komentar SPAM akan all's well HAPUS setelah direview
c. Komentar NEGATIF & RASIS akan Segera di HAPUS
d. Dilarang Menambahkan "LINK AKTIF" dalam Komentar
Note: "ANDA SOPAN KAMI PUN SEGAN" (all's well) ConversionConversion EmoticonEmoticon