Jakarta — Vicky Prasetyo, mantan tunangan Zaskia
"Gotik", menuai perhatian luas setelah video wawancaranya dengan C&R
diunggah di Youtube. Banyak yang gemas dan tidak sedikit yang
menyematkan komentar "ha-ha-ha-ha" atau lebih panjang lagi dalam kolom
yang disediakan di bawah sebuah berita online, di media sosial, atau di Youtube.
Namun, apa yang sebenarnya diucapkan Vicky, sebaiknya juga kita perlu tahu bukan? Lagi pula, ini bahasa kita; kita yang punya dan kita yang pakai.
Sebelum tiap-tiap dari kita latah untuk ber-Vickynisasi, di bawah ini ada semacam paparan dari tiap-tiap kata yang dia gunakan. Uniknya, setelah banyak pihak mengolok-olok, satu di antara kata-kata Vicky ternyata benar!
Kontroversi hati
Arti kata "kontroversi" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah "perdebatan" atau "persengketaan" atau "pertentangan". Namun, kata ini biasanya muncul pada sebuah kejadian yang memang besar, misalnya hal-hal sensitif terkait suku, ras, dan agama; atau hukum yang memang menimbulkan perdebatan antara satu pihak dengan pihak lain. Oleh karena itu, penggunaannya jadi berlebihan jika "hanya" dikaitkan pada persoalan isi hati, walaupun dunia sastra tidak asing dengan kata-kata "pertentangan batin". Namun, tidak menggunakan kata "kontroversi".
"Kontroversi" pun punya sifat khusus. Yang namanya perdebatan biasanya melibatkan dua hal, walaupun itu seseorang dengan dirinya sendiri. Oleh karenanya, kata itu biasanya hadir tanpa diikuti dengan kata lain. Misalnya, "Keputusan itu pun akhirnya menimbulkan kontroversi", atau "Kontroversi mengenai peraturan itu ternyata belum tuntas", atau "Aborsi masih menimbulkan kontroversi, antara yang setuju dan yang tidak".
Tidak ada kata benda atau nomina yang langsung menempel di belakangnya kan, seperti halnya "kontroversi hati"?
Jadi, setidaknya ada dua alasan mengapa ada rasa yang janggal dengan kata-kata itu. Pertama, kata itu digunakan untuk membicarakan hal apa, dan apakah jadinya berlebihan? Kedua, adanya kebiasaan bahwa kata "kontroversi" tidak langsung diikuti kata lain, kata benda atau nomina.
Konspirasi kemakmuran
Lagi-lagi kata yang digunakan tidak sesuai dengan pokok persoalannya. Jika kita kembali ke KBBI, "konspirasi" berarti "persekongkolan". Kata dasar "sekongkol" berarti "orang yang turut serta berkomplot melakukan kejahatan".
Makanya, jangan heran kalau di sinetron ada potongan dialog yang misalnya berbunyi, "Jangan-jangan kamu bersekongkol dengan laki-laki itu". Ini karena kemungkinan memang ada kejahatan di sana.
Lalu, apakah konspirasi kemakmuran (yang berarti keadaan makmur) dalam ucapan Vicky lantas berarti ada persekongkolan dalam meraih kemakmuran?
Harmonisisasi
Kata ini muncul pada kalimat "Kita belajar harmonisisasi dari hal terkecil sampai hal terbesar..." "Harmonisisasi" tentu tidak ada. Yang ada adalah "harmonisasi" dari kata harmoni (keselarasan) yang mendapat sufiks -isasi (ada juga -asi) yang berarti proses. Jadi, untuk yang satu ini, Vicky kelebihan "-isasi".
Kita tidak boleh ego
Ego artinya aku, diri pribadi, atau rasa sadar akan diri sendiri. Yang tepat adalah "Kita tidak boleh egois", atau berarti kita tidak boleh (menjadi) orang yang selalu mementingkan diri sendiri.
Mengkudeta (mengudeta) yang menjadi keinginan
Ini kembali lagi bicara soal di mana kata itu sepatutnya digunakan. Soalnya, "kudeta" berarti "perebutan kekuasaan (pemerintahan) dengan paksa" seperti ketika sebuah negara meminta presidennya mundur dari kekuasaan. Artinya tidak bisa diganti karena meminjam dari kata bahasa Perancis (coup d'État) yang bermakna sama.
"Twenty nine my age ya"
Hal ini rupanya juga kerap muncul di sejumlah forum guru bahasa Inggris. Pengguna forum merasa ada yang aneh ketika anak didiknya menggunakan kata "age" pada pertanyaan "Berapa umurmu". Misalnya, "My age is 29".
Kenapa janggal? Ini tak lain karena keberadaan "age" dan angka usia dalam kalimat bahasa Inggris akan menjadikannya berlebihan. Penyebutan "twenty nine my age ya" memang berbahasa Inggris, tetapi menggunakan struktur bahasa Indonesia (dua puluh sembilan, umur saya). Sementara itu, dalam bahasa Inggris, penyebutannya hanya "I'm 29", tidak pakai "age".
Mempertakut
Nah kali ini ternyata Vicky tidak salah, walau kata tersebut terdengar tidak enak dan kemungkinan besar tidak lazim. Kok bisa? KBBI memasukkan kata "mempertakut" dalam pengimbuhan yang berarti "menimbulkan rasa takut pada..." atau "menakuti", atau "menjadikan lebih takut".
Statusisasi
Kalau yang ini lagi-lagi urusan -isasi (proses). Kata "status" berarti "keadaan atau kedudukan (orang, badan, dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya". Oleh karena itu, jika Vicky mengatakan "mempertakut statusisasi keluarga dia," maka itu tidak perlu pakai -isasi segala karena statusnya tidak butuh proses.
Labil ekonomi
Dengan sekian usaha menyematkan logika dalam penyusunan kata-kata yang walau akhirnya amburadul ini, sepertinya pada "frasa" terakhir tersebut, Vicky salah ucap. Mungkin maksudnya "stabil".
Yang jelas, "labil" berarti "goyah" dan dengan demikian akan sulit dimaknai jika disandingkan dengan kata "ekonomi" menjadi "goyah ekonomi".
Sutan Takdir Alisjahbana, salah satu ahli bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa kata-kata dalam bahasa Indonesia lazimnya menggunakan hukum diterangkan-menerangkan (DM). Misalnya, "status ekonomi", yang dalam hal ini kata "status" sebagai yang diterangkan (D), dan kata "ekonomi" adalah yang menerangkan (M).
Contoh lainnya adalah "rumah baru", "muka bulat", dan sebagainya yang tidak mungkin menjadi MD sehingga berbunyi "baru rumah" atau "bulat muka". Oleh karenanya, "labil ekonomi" tidak menggunakan hukum kata-kata DM dalam bahasa Indonesia, kecuali jika dibalik menjadi "ekonomi labil" (ekonomi goyah).
Namun, apa yang sebenarnya diucapkan Vicky, sebaiknya juga kita perlu tahu bukan? Lagi pula, ini bahasa kita; kita yang punya dan kita yang pakai.
Sebelum tiap-tiap dari kita latah untuk ber-Vickynisasi, di bawah ini ada semacam paparan dari tiap-tiap kata yang dia gunakan. Uniknya, setelah banyak pihak mengolok-olok, satu di antara kata-kata Vicky ternyata benar!
Kontroversi hati
Arti kata "kontroversi" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah "perdebatan" atau "persengketaan" atau "pertentangan". Namun, kata ini biasanya muncul pada sebuah kejadian yang memang besar, misalnya hal-hal sensitif terkait suku, ras, dan agama; atau hukum yang memang menimbulkan perdebatan antara satu pihak dengan pihak lain. Oleh karena itu, penggunaannya jadi berlebihan jika "hanya" dikaitkan pada persoalan isi hati, walaupun dunia sastra tidak asing dengan kata-kata "pertentangan batin". Namun, tidak menggunakan kata "kontroversi".
"Kontroversi" pun punya sifat khusus. Yang namanya perdebatan biasanya melibatkan dua hal, walaupun itu seseorang dengan dirinya sendiri. Oleh karenanya, kata itu biasanya hadir tanpa diikuti dengan kata lain. Misalnya, "Keputusan itu pun akhirnya menimbulkan kontroversi", atau "Kontroversi mengenai peraturan itu ternyata belum tuntas", atau "Aborsi masih menimbulkan kontroversi, antara yang setuju dan yang tidak".
Tidak ada kata benda atau nomina yang langsung menempel di belakangnya kan, seperti halnya "kontroversi hati"?
Jadi, setidaknya ada dua alasan mengapa ada rasa yang janggal dengan kata-kata itu. Pertama, kata itu digunakan untuk membicarakan hal apa, dan apakah jadinya berlebihan? Kedua, adanya kebiasaan bahwa kata "kontroversi" tidak langsung diikuti kata lain, kata benda atau nomina.
Konspirasi kemakmuran
Lagi-lagi kata yang digunakan tidak sesuai dengan pokok persoalannya. Jika kita kembali ke KBBI, "konspirasi" berarti "persekongkolan". Kata dasar "sekongkol" berarti "orang yang turut serta berkomplot melakukan kejahatan".
Makanya, jangan heran kalau di sinetron ada potongan dialog yang misalnya berbunyi, "Jangan-jangan kamu bersekongkol dengan laki-laki itu". Ini karena kemungkinan memang ada kejahatan di sana.
Lalu, apakah konspirasi kemakmuran (yang berarti keadaan makmur) dalam ucapan Vicky lantas berarti ada persekongkolan dalam meraih kemakmuran?
Harmonisisasi
Kata ini muncul pada kalimat "Kita belajar harmonisisasi dari hal terkecil sampai hal terbesar..." "Harmonisisasi" tentu tidak ada. Yang ada adalah "harmonisasi" dari kata harmoni (keselarasan) yang mendapat sufiks -isasi (ada juga -asi) yang berarti proses. Jadi, untuk yang satu ini, Vicky kelebihan "-isasi".
Kita tidak boleh ego
Ego artinya aku, diri pribadi, atau rasa sadar akan diri sendiri. Yang tepat adalah "Kita tidak boleh egois", atau berarti kita tidak boleh (menjadi) orang yang selalu mementingkan diri sendiri.
Mengkudeta (mengudeta) yang menjadi keinginan
Ini kembali lagi bicara soal di mana kata itu sepatutnya digunakan. Soalnya, "kudeta" berarti "perebutan kekuasaan (pemerintahan) dengan paksa" seperti ketika sebuah negara meminta presidennya mundur dari kekuasaan. Artinya tidak bisa diganti karena meminjam dari kata bahasa Perancis (coup d'État) yang bermakna sama.
"Twenty nine my age ya"
Hal ini rupanya juga kerap muncul di sejumlah forum guru bahasa Inggris. Pengguna forum merasa ada yang aneh ketika anak didiknya menggunakan kata "age" pada pertanyaan "Berapa umurmu". Misalnya, "My age is 29".
Kenapa janggal? Ini tak lain karena keberadaan "age" dan angka usia dalam kalimat bahasa Inggris akan menjadikannya berlebihan. Penyebutan "twenty nine my age ya" memang berbahasa Inggris, tetapi menggunakan struktur bahasa Indonesia (dua puluh sembilan, umur saya). Sementara itu, dalam bahasa Inggris, penyebutannya hanya "I'm 29", tidak pakai "age".
Mempertakut
Nah kali ini ternyata Vicky tidak salah, walau kata tersebut terdengar tidak enak dan kemungkinan besar tidak lazim. Kok bisa? KBBI memasukkan kata "mempertakut" dalam pengimbuhan yang berarti "menimbulkan rasa takut pada..." atau "menakuti", atau "menjadikan lebih takut".
Statusisasi
Kalau yang ini lagi-lagi urusan -isasi (proses). Kata "status" berarti "keadaan atau kedudukan (orang, badan, dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya". Oleh karena itu, jika Vicky mengatakan "mempertakut statusisasi keluarga dia," maka itu tidak perlu pakai -isasi segala karena statusnya tidak butuh proses.
Labil ekonomi
Dengan sekian usaha menyematkan logika dalam penyusunan kata-kata yang walau akhirnya amburadul ini, sepertinya pada "frasa" terakhir tersebut, Vicky salah ucap. Mungkin maksudnya "stabil".
Yang jelas, "labil" berarti "goyah" dan dengan demikian akan sulit dimaknai jika disandingkan dengan kata "ekonomi" menjadi "goyah ekonomi".
Sutan Takdir Alisjahbana, salah satu ahli bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa kata-kata dalam bahasa Indonesia lazimnya menggunakan hukum diterangkan-menerangkan (DM). Misalnya, "status ekonomi", yang dalam hal ini kata "status" sebagai yang diterangkan (D), dan kata "ekonomi" adalah yang menerangkan (M).
Contoh lainnya adalah "rumah baru", "muka bulat", dan sebagainya yang tidak mungkin menjadi MD sehingga berbunyi "baru rumah" atau "bulat muka". Oleh karenanya, "labil ekonomi" tidak menggunakan hukum kata-kata DM dalam bahasa Indonesia, kecuali jika dibalik menjadi "ekonomi labil" (ekonomi goyah).
WARNING..!! Etika BERKOMENTAR di Blog all's well :
a. Gunakanlah Perkataan yang Baik, Ramah dan Sopan
b. Komentar SPAM akan all's well HAPUS setelah direview
c. Komentar NEGATIF & RASIS akan Segera di HAPUS
d. Dilarang Menambahkan "LINK AKTIF" dalam Komentar
Note: "ANDA SOPAN KAMI PUN SEGAN" (all's well) ConversionConversion EmoticonEmoticon