KUMPULAN
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI
LASUSUA
KEMENTERIAN AGAMA RI
TAHUN PELAJARAN : (TAK
TERHINGGA)
Creative By:
http://ansud-site.blogspot.com
Email: ansud_as@yahoo.com/ansud@pnsmail@go.id
EXAMPLES NON EXAMPLES:
Contoh Dapat Dari Kasus/Gambar Yang Relevan Dengan
Kd
1. Guru
mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Guru
menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
3. Guru
memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui
diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas
5. Tiap
kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6. Mulai
dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan
yang ingin dicapai
7. Kesimpulan
PICTURE AND PICTURE
Langkah-langkah :
1. Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Menyajikan
materi sebagai pengantar
3. Guru
menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
4. Guru
menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar
menjadi urutan yang logis
5. Guru
menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6. Dari
alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai
7. Kesimpulan/rangkuman
NUMBERED HEADS TOGETHER (KEPALA
BERNOMOR) (SPENCER KAGAN, 1992)
Langkah-langkah :
1. Siswa
dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2. Guru
memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3. Kelompok
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4. Guru
memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka
5. Tanggapan
dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
6. Kesimpulan
COOPERATIVE SCRIPT (DANSEREAU CS., 1985)
Skrip kooperatif :metode belajar dimana siswa
bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian
dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah :
1. Guru
membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru
membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru
dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya.
Sementara
pendengar :
1. Menyimak/mengoreksi/menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap
2. Membantu
mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau
dengan materi lainnya
3. Bertukar
peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta
lakukan seperti diatas.
4. Kesimpulan
Siswa bersama-sama dengan Guru
5.
Penutup
KEPALA BERNOMOR STRUKTUR (MODIFIKASI
DARI NUMBER HEADS)
Langkah-langkah :
1.
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap
siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2.
Penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai
Misalnya : siswa
nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan
siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
1.
Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja
sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung
bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini
siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja
sama mereka
2.
Laporkan hasil dan tanggapan dari
kelompok yang lain
3.
Kesimpulan
STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) / TIM SISWA KELOMPOK PRESTASI (SLAVIN, 1995)
Langkah-langkah :
1. Membentuk
kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll)
2. Guru
menyajikan pelajaran
3. Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru
memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu
5. Memberi
evaluasi
6. Kesimpulan
JIGSAW (MODEL TIM AHLI)(ARONSON,
BLANEY, STEPHEN, SIKES, AND SNAPP, 1978)
Langkah-langkah :
1. Siswa
dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
2. Tiap
orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3. Tiap
orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota
dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu
dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah
selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan
bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai
dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap
tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. Guru
memberi evaluasi
8. Penutup
PROBLEM
BASED INTRODUCTION (PBI) / (PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH
Langkah-langkah :
1. Guru
menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat
pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru
membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
pemecahan masalah.
4. Guru
membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan
dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5. Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
ARTIKULASI
Langkah-langkah :
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
2.
Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3.
Untuk mengetahui daya serap siswa,
bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4.
Menugaskan salah satu siswa dari pasangan
itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar
sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya
5.
Menugaskan siswa secara
bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya.
Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6.
Guru mengulangi/menjelaskan kembali
materi yang sekiranya belum dipahami siswa
7.
Kesimpulan/penutup
MIND MAPPING
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa
atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan
yang akan ditanggapi oleh siswa dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai
alternatif jawaban
3.
Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3
orang
4.
Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat
alternatif jawaban hasil diskusi
5.
Tiap kelompok (atau diacak kelompok
tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan
mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
6.
Dari data-data di papan siswa diminta
membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan
guru
MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN (Lorna Curran, 1994
Langkah-langkah :
1.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu
bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3.
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari
kartu yang dipegang
4. Setiap siswa mencari pasangan yang
mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6.
Setelah satu babak kartu dikocok lagi
agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7.
Demikian seterusnya
8.
Kesimpulan/penutup
THINK PAIR AND SHARE (FRANK LYMAN,
1985)
Langkah-langkah :
1.
Guru menyampaikan inti materi dan
kompetensi yang ingin dicapai
2.
Siswa diminta untuk berfikir tentang
materi/permasalahan yang disampaikan guru
3.
Siswa diminta berpasangan dengan teman
sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
4.
Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap
kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5.
Berawal dari kegiatan tersebut, Guru
mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum
diungkapkan para siswa
6.
Guru memberi kesimpulan
7.
Penutup
DEBATE
Langkah-langkah :
1. Guru
membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2. Guru
memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok
diatas
3. Setelah
selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk
berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara
siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap
pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan.
5. Guru
menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6. Dari
data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
ROLE PLAYING
Langkah-langkah :
1.
Guru menyusun/menyiapkan skenario yang
akan ditampilkan
2.
Menunjuk beberapa siswa untuk
mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM
3.
Guru membentuk kelompok siswa yang
anggotanya 5 orang
4.
Memberikan penjelasan tentang kompetensi
yang ingin dicapai
5.
Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk
untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
6.
Masing-masing siswa berada di
kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan
7.
Setelah selesai ditampilkan,
masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan
masing-masing kelompok.
8.
Masing-masing kelompok menyampaikan
hasil kesimpulannya
9.
Guru memberikan kesimpulan secara umum
10.
Evaluasi
11.
Penutup
GROUP INVESTIGATION (SHARAN, 1992)
Langkah-langkah :
1. Guru
membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
2. Guru
menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Guru
memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas
yang berbeda dari kelompok lain
4. Masing-masing
kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang bersifat
penemuan
5. Setelah
selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok
6. Guru
memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
7. Evaluasi
8. Penutup
TALKING STICK
Langkah-langkah :
1. Guru
menyiapkan sebuah tongkat
2. Guru
menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi.
3. Setelah
selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup
bukunya.
4. Guru
mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan
pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap
pertanyaan dari guru
5. Guru
memberikan kesimpulan
6. Evaluasi
7. Penutup
BERTUKAR PASANGAN
Langkah-langkah :
1.
Setiap siswa mendapat satu pasangan
(guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
2.
Guru memberikan tugas dan siswa
mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3.
Setelah selesai setiap pasangan
bergabung dengan satu pasangan yang lain.
4.
Kedua pasangan tersebut bertukar
pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari
kepastian jawaban mereka.
5.
Temuan baru yang didapat dari pertukaran
pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
SNOWBALL THROWING
Langkah-langkah :
1.
Guru menyampaikan materi yang akan
disajikan
2.
Guru membentuk kelompok-kelompok dan
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang
materi
3.
Masing-masing ketua kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh
guru kepada temannya
4.
Kemudian masing-masing siswa diberikan
satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang
menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
5.
Kemudian kertas yang berisi pertanyaan
tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain
selama ± 15 menit
6.
Setelah siswa dapat satu bola/satu
pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang
tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7.
Evaluasi
8.
Penutup
STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada
rekan peserta lainnya
Langkah-langkah :
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
2.
Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3.
Memberikan kesempatan siswa untuk
menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep.
4.
Guru menyimpulkan ide/pendapat dari
siswa.
5.
Guru menerangkan semua materi yang
disajikan saat itu.
6.
Penutup
COURSE REVIEW HORAY
Langkah-langkah :
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
2.
Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3.
Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
4.
Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh
membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai
dengan selera masing-masing siswa
5.
Guru membaca soal secara acak dan siswa
menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung
didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salan diisi tanda silang
(x)
6.
Siswa yang sudah mendapat tanda Ö
vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel
lainnya
7.
Nilai siswa dihitung dari jawaban benar
jumlah horay yang diperoleh
8.
Penutup
DEMONSTRATION
(Khusus materi yang memerlukan peragaan atau
percobaan misalnya Gussen)
Langkah-langkah :
1.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
dicapai
2.
Guru menyajikan gambaran sekilas materi
yang akan disampaikan
3.
Menyiapkan bahan atau alat yang
diperlukan
4.
Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemontrasikan
sesuai skenario yang telah disiapkan.
5.
Seluruh siswa memperhatikan demontrasi
dan menganalisanya.
6.
Tiap siswa mengemukakan hasil analisanya
dan juga pengalaman siswa didemontrasikan.
7.
Guru membuat kesimpulan.
EXPLICIT INTRUCTION (PENGAJARAN LANGSUNG) (ROSENSHINA
& STEVENS, 1986)
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk
mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan
deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah
Langkah-langkah :
1.
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
siswa
2.
Mendemonstrasikan pengetahuan dan
ketrampilan
3.
Membimbing pelatihan
4.
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik
5.
Memberikan kesempatan untuk latihan
lanjutan
COOPERATIVE INTEGRATED READING AND
COMPOSITION (CIRC) / KOOPERATIF TERPADU MEMBACA DAN MENULIS
(STEVEN & SLAVIN, 1995)
Langkah-langkah :
1.
Membentuk kelompok yang anggotanya 4
orang yang secara heterogen
2.
Guru memberikan wacana/kliping sesuai
dengan topik pembelajaran
3.
Siswa bekerja sama saling membacakan dan
menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis
pada lembar kertas
4.
Mempresentasikan/membacakan hasil
kelompok
5.
Guru membuat kesimpulan bersama
6.
Penutup
INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE
(LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR) OLEH SPENCER KAGAN
“Siswa saling membagi informasi pada saat yang
bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur”
Langkah-langkah :
1.
Separuh kelas berdiri membentuk
lingkaran kecil dan menghadap keluar
2.
Separuh kelas lainnya membentuk
lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
3.
Dua siswa yang berpasangan dari
lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa
dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
4.
Kemudian siswa berada di lingkaran kecil
diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu
atau dua langkah searah jarum jam.
5.
Sekarang giliran siswa berada di
lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya
TEBAK
KATA
MEDIA:
Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.
Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.
Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata
atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi
ataudiselipkan di telinga.
Langkah-langkah Tebak Kata:
1. Guru
menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
2. Guru
menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas
3. Seorang
siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada
pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang
isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau
diselipkan ditelinga.
4. Sementara
siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya
sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban
tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
5. Apabila
jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk.
Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan
kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
6. Dan
seterusnya
CONTOH
KARTU:
Perusahaan
ini tanggung-jawabnya tidak terbatas
Dimiliki
oleh 1 orang
Struktur
organisasinya tidak resmi
Bila
untung dimiliki,diambil sendiri
NAH
… SIAPA … AKU ?
JAWABNYA
: PERUSAHAAN PERSEORANGAN
WORD SQUARE
MEDIA
*Buat kotak sesuai keperluan
*Buat kotak sesuai keperluan
*Buat soal sesuai TPK
Langkah-langkah :
- Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
- Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh
- Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban
- Berikan poin setiap jawaban dalam kotak
SCRAMBLE
MEDIA :
1.
Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai
2.
Buat jawaban yang diacak hurufnya
Langkah-langkah :
1.
Guru menyajikan materi sesuai kompetensi
yang ingin dicapai
2.
Membagikan lembar kerja sesuai contoh
TAKE AND GIVE
MEDIA :
1.
Kartu ukuran ± 10×15 cm sejumlah peserta
tiap kartu berisi sub materi (yang berbeda dengan kartu yang lainnya, materi
sesuai dengan TPK
2.
Kartu contoh sejumlah siswa
Langkah-langkah :
1. Siapkan
kelas sebagaimana mestinya
2. Jelaskan
materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
3. Untuk
memantapkan penguasaan peserta tiap siswa diberi masing-masing satu kartu untuk
dipelajari (dihapal) lebih kurang 5 menit
4. Semua
siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasi. Tiap
siswa harus mencatat nama pasangannya pada kartu contoh.
5. Demikian
seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi
masing-masing (take and give).
6. Untuk
mengevaluasi keberhasilan berikan berikan siswa pertanyaan yang tak sesuai
dengan kartunya (kartu orang lain).
7. Strategi
ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan
8. Kesimpulan
CONSEPT SENTENCE
Langkah-langkah :
l Guru
menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai.
l Guru menyajikan
materi secukupnya.
l Guru membentuk
kelompok yang anggotanya ± 4 orang secara heterogen.
l Guru Menyajikan
beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan.
l
Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4
kata kunci setiap kalimat.
l Hasil diskusi
kelompok didiskusikan kembali secara pleno yang dipandu oleh Guru.
l Kesimpulan.
COMPLETTE SENTENCE
Media : Siapkan blangko isian berupa
paragraf
yang
kalimatnya belum lengkap
Langkah-langkah :
1. Guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru
Menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau modul
dengan waktu secukupnya
3. Guru
membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen
4. Guru
membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap (lihat
contoh).
5. Siswa
berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
6. Siswa
berdiskusi secara berkelompok
7. Setelah
jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta membaca
sampai mengerti atau hapal
8. Kesimpulan
TIME TOKEN / ARENDS 1998
Struktur
yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari
siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali
Langkah-langkah
:
1. Kondisikan
kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
2. Tiap
siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Tiap siswa diberi
sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
3. Bila
telah selesai bicara kopon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap bebicara satu
kupon.
4. Siswa
yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus
bicara sampai kuponnya habis.
5. Dan
seterusnya
PAIR CHEKS / SPENCER KAGEN 1993
APA YANG DILAKUKAN?
l BEKERJA BERPASANGAN
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua)
siswa. Setiap pasangan mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan
membantu melatih
l PELATIH MENGECEK
Apabila patner benar pelatih memberi
kupon
l BERTUKAR PERAN
Seluruh patner bertukar peran dan
mengurangi langkah 1 – 3
l PASANGAN MENGECEK
Seluruh pasangan tim kembali bersama
dan membandingkan jawaban
l PENEGASAN GURU
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai
konsep
KELILING KELOMPOK
Maksudnya agar
masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi
mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya
Caranya………….?
1.
Salah satu siswa dalam masing-masing
kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas
yang sedang mereka kerjakan
2.
Siswa berikutnya juga ikut memberikan
kontribusinya
3.
Demikian seterusnya giliran bicara bisa
dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan
TARI BAMBU
Agar siswa
saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda
dalam waktu singkat secara teratur strategi ini cocok untuk materi yang
membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan informasi antar siswa
Caranya?
1.
Separuh kelas atau seperempat jika
jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar . Jika ada cukup ruang mereka bisa
berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa berjajar di sela-sela
deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan pembentukan kelompok karena
diperlukan waktu relatif singkat.
2.
Separuh kelas lainnya berjajar dan
menghadap jajaran yang pertama
3.
Dua siswa yang berpasangan dari kedua
jajaran berbagi sinformasi.
4.
Kemudian satu atau dua siswa yang
berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya di jajarannya.
Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing siswa mendapat
pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan
kebutuhan
DUA
TINGGAL DUA TAMU (TWO STAY TWO STRAY) / SPENCER KAGAN 1992
Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan
hasil dan informasi dengan kelompok lainnya.
Caranya :
1.
Siswa bekerja sama dalam kelompok yang
berjumlah 4 (empat) orang
2.
Setelah selesai, dua orang dari
masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain
3.
Dua orang yang tinggal dalam kelompok
bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka
4.
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok
mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
5.
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil
kerja mereka
Siswa takkan dapat memperoleh Hasil
yang LUAR BIASA,
Jika Guru Masih Menggunakan Model, Cara
dan Strategi Pembelajaran yang BIASA-BIASA SAJA (Konvensional)
Kalau Bukan Sekarang... Kapan Lagi..!
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya
sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih
dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan
metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai
kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa
bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan
merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang
berbeda.
3. Guru
dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
4. Permainan
merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Metode
pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu
masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan
sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun
keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih
siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir
dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan
masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi
dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan
dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang
perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
7. Dapat
membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia
kerja.
Kelemahan
metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa
pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya
alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta
akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan
alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang
lain.
Problem
Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi
siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.
Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru
membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan
data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa
dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya
dengan baik.
2. Dilatih
untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat
memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk
siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan
banyak waktu dan dana.
3. Tidak
semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini
Skrip
kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara
lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru
membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru
membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru
dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar
peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta
lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan
guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
·
Melatih pendengaran, ketelitian /
kecermatan.
·
Setiap siswa mendapat peran.
·
Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain
dengan lisan.
Kekurangan:
·
Hanya digunakan untuk mata pelajaran
tertentu
·
Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan
seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).
Picture
and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan
/ diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan
banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.
Numbered
Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor
kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari
siswa.
Langkah-langkah:
Langkah-langkah:
1.
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa
dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru
memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya.
4. Guru
memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka.
5. Tanggapan
dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
·
Setiap siswa menjadi siap semua.
·
Dapat melakukan diskusi dengan
sungguh-sungguh.
·
Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang
kurang pandai.
Kelemahan:
·
Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil
lagi oleh guru.
·
Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh
guru
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai
metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam
pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik
dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills).
Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan
karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas
kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para
siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam
terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan
menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi
mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Pada dasarnya, dalam
model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen
lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar
kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota
bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan
guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab
terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang
terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini
bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan
subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa
tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam
subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada
temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh
siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi
yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus
menguasai topik secara keseluruhan.
Pembelajaran
kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung
unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40
Siswa
dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota
lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
Langkah-langkah:
1. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru
menyajikan pelajaran.
3. Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota
yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
4. Guru
memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.
5. Memberi
evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
Examples
Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh.
Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
Langkah-langkah:
1. Guru
mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru
menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru
memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan /
menganalisa gambar.
4. Melalui
diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas.
5. Tiap
kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai
dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
Lesson
Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa
Jepangnyadisebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh
Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.
Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2.
Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu
membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori
yang menunjang.
3.
Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di
kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4.
Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil
mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi
terlalui.
5.
Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian
bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah
berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga
didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6.
Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran
berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan
metode lesson study sebagai berikut:
-
Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan
olahraga dan pada setiap tingkatan
kelas.
-
Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.
Model
Pembelajaran Tutor Sebaya:
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Pilih
materi yang memungkinkan materi tersebut dapat dipelajari siswa secara mandiri.
Materi pengajaran dibagi dalam sub-sub materi (segmen materi). Misalnya siswa
diberi soal latihan tentukan KPK dan FPB dari pasangan bilangan 24 dan 18, maka
segmen materi yang diberikan adalah sebagai berikut. Kelipatan dari 24 adalah :
24, 48,…,…,(diisi oleh siswa) , Kelipatan dari 18 adalah : 18, 36,…,…,(diisi
oleh siswa). Faktor dari 24 adalah : …,…,…,(diisi oleh siswa). Faktor dari 18
adalah : …,…,…,(diisi oleh siswa)
2. Bagilah
para siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen, sebanyak sub-sub
materi yang akan disampaikan guru. Siswa-siswa pandai disebar dalam setiap
kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya
3. Masing-masing
kelompok diberi tugas mempelajari satu sub materi. Setiap kelompok dibantu oleh
siswa yang pandai sebagai tutor sebaya.
4. Beri
mereka waktu yang cukup untuk persiapan, baik di dalam kelas maupun di luar
kelas
5. Setiap
kelompok melalui wakilnya menyampaikan sub materi sesuai dengan tugas yang telah
diberikan. Guru bertindak sebagai nara sumber utama.
6. Setelah
semua kelompok menyampaikan tugasnya secara barurutan sesuai dengan urutan sub
materi, beri kesimpulan dan klarifikasi seandainya ada pemahaman siswa yang
perlu diluruskan.
Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan
pendekatan problem open ended adalah sebagai berikut.
·
Pendekatan problem open ended dimulai
dengan memberikan problem terbuka kepada peserta didik, problem tersebut
diperkirakan mampu diselesaikan peserta didik dengan banyak cara dan mungkin
juga banyak jawaban sehingga memacu potensi intelektual dan pengalaman peserta
didik dalam proses menemukan pengetahuan yang baru.
·
Peserta didik melakukan beragam
aktivitas untuk menjawab problem yang diberikan.
·
Berikan waktu yang cukup kepada peserta
didik untuk mengeksplorasi problem.
·
Peserta didik membuat rangkuman dari
proses penemuan yang mereka lakukan.
· Diskusi kelas mengenai strategi dan
pemecahan dari problem serta penyimpulan dengan bimbingan guru.
Langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh
guru.
2. Guru memberikan kuis secara individual
kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar atau skor awal.
skor dasar atau skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik
tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
4. Hasil belajar siswa secara individual
didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok
saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat
rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang
telah dipelajari.
6. Guru memberikan kuis kepada siswa secara
individual.
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
Langkah-langkah Penerapan Metode
Brainstorming
o Pemberian informasi
dan motivasi. Pada tahap ini
guru menjelaskan masalah yang akan dibahas dan latar belakangnya, kemudian mengajak
siswa agar aktif untuk memberikan tanggapannya.
o Identifikasi. Siswa diajak memberikan sumbang saran
pemikiran sebanyak-banyaknya. Semua saran yang diberikan siswa ditampung,
ditulis dan jangan dikritik. Pemimpin kelompok dan peserta dibolehkan mengajukan
pertanyaan hanya untuk meminta penjelasan.
o Klasifikasi. Mengklasifikasi berdasarkan kriteria yang
dibuat dan disepakati oleh kelompok. Klasifikasi bisa juga berdasarkan
struktur/faktor-faktor lain.
o Verifikasi. Kelompok secara bersama meninjau kembali sumbang
saran yang telah diklasifikasikan. Setiap sumbang saran diuji relevansinya
dengan permasalahan yang dibahas. Apabila terdapat kesamaan maka yang diambil
adalah salah satunya dan yang tidak relevan dicoret. Namun kepada pemberi
sumbang saran bisa dimintai argumentasinya.
o Konklusi
(Penyepakatan). Guru/pimpinan
kelompok beserta peserta lain mencoba menyimpulkan butir-butir alternatif
pemecahan masalah yang disetujui. Setelah semua puas, maka diambil kesepakatan
terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
Tugas guru dalam pelaksanaan
metode brainstorming:
o Memberikan masalah yang
mampu merangsang pikiran siswa, sehingga mereka tertarik untuk menanggapinya.
o Tidak boleh mengomentari
atau mengevaluasi bahwa pendapat yang dikemukakan oleh siswa itu benar/salah.
o Guru tidak perlu
menyimpulkan permasalahan yang telah ditaggapi siswa.
o Guru hanya menampung
semua pernyataan pendapat siswa, dan memastikan semua siswa di dalam kelas
mendapat giliran.
o Memberikan pertanyaan
untuk memancing siswa yang kurang aktif menjadi tertarik.
Tugas siswa dalam pelaksanaan metode brainstorming:
o Menanggapi masalah dengan
mengemukakan pendapat, komentar, mengajukan pertanyaan, atau mengemukakan
masalah baru.
o Belajar dan melatih
merumuskan pendapatnya dengan bahasa dan kalimat yang baik.
o Berpartisipasi aktif, dan
berani mengemukakan pendapatnya.
Model
Pembelajaran JELI (Jelajah Ilmu)?
a. Mengahadapi kurikulum 2013 (tematik integratif).
b. Mengembangkan pembelajaran PAIKEM.
c. Pembelajaran berbasis outbond, fleksibel (bisa di dalam, diluar kelas, ataupun keduanya)
d. Mengedepankan pembelajaran student center yang mengembangkan multiple intelegence
e. Pembelajaran dalam Bilik Belajar (jumlah bilik menyesuaikan materi, tidak berurutan)
contoh (Bilik Percobaan, Pencarian, Kretivitas dan Permainan)
f. Menampung ide kreatif siswa dalam membuat produk akhir (Papan Produk Belajar)
g. Penilaian tidak berupa tes kognitif seperti biasa, akan tetapi Tes Reflektif yaitu siswa mengungkapkan sebanyak-banyaknya materi yang telah dipelajari, perasaan dalam belajar serta komentar terhadap pelajaran sebagai refleksi bagi guru.
Langkah Pembelajaran:
1. Menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran
2. Persiapan awal pembelajaran (ice breaking)
3. Persiapan Bilik Belajar
4. Pembentukan Kelompok
5. Pelaksanaan belajar “Jelajah Ilmu”
Setiap bilik terdiri dari 2 kelompok. Setiap kelompok melaksanakan kegiatan sesuai LKS dalam setiap bilik belajar. Setiap kelompok harus bersaing dengan kelompok lawan. Setiap 10 menit berpindah bilik. Bilik tidak harus berurutan.
6. Persiapan produk akhir “Produk Papan Belajar” semenarik mungkin sesuai kreativitas.
7. Presentasi produk
8. Konfirmasi
9. Evaluasi bentuk “Lembar Refleksi” (individu)
10. Penghargaan dan Penempelan Papan Produk Belajar di kelas.
a. Mengahadapi kurikulum 2013 (tematik integratif).
b. Mengembangkan pembelajaran PAIKEM.
c. Pembelajaran berbasis outbond, fleksibel (bisa di dalam, diluar kelas, ataupun keduanya)
d. Mengedepankan pembelajaran student center yang mengembangkan multiple intelegence
e. Pembelajaran dalam Bilik Belajar (jumlah bilik menyesuaikan materi, tidak berurutan)
contoh (Bilik Percobaan, Pencarian, Kretivitas dan Permainan)
f. Menampung ide kreatif siswa dalam membuat produk akhir (Papan Produk Belajar)
g. Penilaian tidak berupa tes kognitif seperti biasa, akan tetapi Tes Reflektif yaitu siswa mengungkapkan sebanyak-banyaknya materi yang telah dipelajari, perasaan dalam belajar serta komentar terhadap pelajaran sebagai refleksi bagi guru.
Langkah Pembelajaran:
1. Menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran
2. Persiapan awal pembelajaran (ice breaking)
3. Persiapan Bilik Belajar
4. Pembentukan Kelompok
5. Pelaksanaan belajar “Jelajah Ilmu”
Setiap bilik terdiri dari 2 kelompok. Setiap kelompok melaksanakan kegiatan sesuai LKS dalam setiap bilik belajar. Setiap kelompok harus bersaing dengan kelompok lawan. Setiap 10 menit berpindah bilik. Bilik tidak harus berurutan.
6. Persiapan produk akhir “Produk Papan Belajar” semenarik mungkin sesuai kreativitas.
7. Presentasi produk
8. Konfirmasi
9. Evaluasi bentuk “Lembar Refleksi” (individu)
10. Penghargaan dan Penempelan Papan Produk Belajar di kelas.
Model
Pembelajaran Thinking Globally Acting Locally
Bagaimana model pembelajaran ini diterapkan dalam RPP?
Selanjutnya, penerapan Model Pembelajaran Thinking Globally Acting Locally dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat dilihat dari penjelasan RPP berikut ini :
A. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan ini, guru:
1) Menyiapkan kondisi ruangan kelas sesuai dengan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan.
2) Mengkondisikan siswa, sehingga siswa siap baik secara psikis maupun fisik untuk mengikuti proses pembelajaran
3) Presensi
4) Apersepsi mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
5) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
B. Kegiatan Inti
Di dalam kegiatan inti, jenis kegiatan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kegiatan Thinking Globally, dan Acting Locally.
1). Thinking Globally
Dalam kegiatan Thinking Globally, guru:
Bertanya jawab (berinteraksi dengan siswa) untuk Menindak lanjuti apersepsi, dan mengkaitkan apersepsi dengan isu-isu global, atau berita-berita umum.
Menghadirkan media pembelajaran dan sumber belajar lainnya, agar anak-anak secara aktif ikut dalam kegiatan pembelajaran.
Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (anak-anak diharapkan kritis menanggapi isu global yang disampaikan)
menekankan pada siswa bahwa isu-isu global yang sedang dibicarakan harus ditanggapi oleh siswa dan ada hubungannya dengan materi yang akan dipelajari pada saat itu.
memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
2). Acting Locally
Dalarn kegiatan Acting Locally, guru:
Membiasakan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan budaya sekitar. Misal guru membuat teks lagu yang berisi isi materi pembelajaran secara singkat dan nantinya, teks lagu tersebut dinyankikan dengan nada lagu daerah, atau bisa dengan lagu-lagulo kal lainnya.
Contoh lain guru membuat suatu permainan tradisional atau permainan yang sering dilakukan peserta didik seperti ular-ularan, cing ciripit, ular tangga, domikado, ular naga panjang, dakon, cublak-cublak suweng dll untuk menerangkan materi pada peserta didik.
Menghadirkan media pembelajaran dan sumber belajar lainnya, agar anak-anak secara aktif ikut dalam kegiatan pembelajaran.
Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis, melalui kegiatan permainan tradisional yang sudah dijelaskan pada poin 1, hanya jika di dalam poin 1 inti permainan untuk menyampaikan materi, disini inti permainan untuk menjawab pertanyaan, diskusi, dan memberikan tugas.
Memfasilitasi siswa untuk bertindak dari diri sendiri, dan mengaitkan isu-isu global dengan aktivitas-aktivitas untuk mengahadpinya melaui pemikiran sendiri, atau aktivitas yang sering ditemui di lingkungan sekitar.
Memberi kesempatan pada peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.
Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk membentuk karakter dan meningkatkan prestasi belajar.
Memfasilitasi peserta didik membuat laporan isu-isu pada kegiatan Thinking Globally yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang sifatnya menampilkan produk yang mereka hasilkan;
Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan, dan rasa percaya diri peserta didik.
C. Kegiatan Penutup
1) Dalam kegiatan penutup, guru: Memberikan umpan balik positif pada anak, dan memberikan penghargaan aas keberhasilan peserta didik.
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil thinking globally dan acting locally peserta didik melalui berbagai sumber,
3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
5) Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
6) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas balk tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
7) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Bagaimana model pembelajaran ini diterapkan dalam RPP?
Selanjutnya, penerapan Model Pembelajaran Thinking Globally Acting Locally dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat dilihat dari penjelasan RPP berikut ini :
A. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan ini, guru:
1) Menyiapkan kondisi ruangan kelas sesuai dengan aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan.
2) Mengkondisikan siswa, sehingga siswa siap baik secara psikis maupun fisik untuk mengikuti proses pembelajaran
3) Presensi
4) Apersepsi mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
5) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
B. Kegiatan Inti
Di dalam kegiatan inti, jenis kegiatan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kegiatan Thinking Globally, dan Acting Locally.
1). Thinking Globally
Dalam kegiatan Thinking Globally, guru:
Bertanya jawab (berinteraksi dengan siswa) untuk Menindak lanjuti apersepsi, dan mengkaitkan apersepsi dengan isu-isu global, atau berita-berita umum.
Menghadirkan media pembelajaran dan sumber belajar lainnya, agar anak-anak secara aktif ikut dalam kegiatan pembelajaran.
Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (anak-anak diharapkan kritis menanggapi isu global yang disampaikan)
menekankan pada siswa bahwa isu-isu global yang sedang dibicarakan harus ditanggapi oleh siswa dan ada hubungannya dengan materi yang akan dipelajari pada saat itu.
memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
2). Acting Locally
Dalarn kegiatan Acting Locally, guru:
Membiasakan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan budaya sekitar. Misal guru membuat teks lagu yang berisi isi materi pembelajaran secara singkat dan nantinya, teks lagu tersebut dinyankikan dengan nada lagu daerah, atau bisa dengan lagu-lagulo kal lainnya.
Contoh lain guru membuat suatu permainan tradisional atau permainan yang sering dilakukan peserta didik seperti ular-ularan, cing ciripit, ular tangga, domikado, ular naga panjang, dakon, cublak-cublak suweng dll untuk menerangkan materi pada peserta didik.
Menghadirkan media pembelajaran dan sumber belajar lainnya, agar anak-anak secara aktif ikut dalam kegiatan pembelajaran.
Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis, melalui kegiatan permainan tradisional yang sudah dijelaskan pada poin 1, hanya jika di dalam poin 1 inti permainan untuk menyampaikan materi, disini inti permainan untuk menjawab pertanyaan, diskusi, dan memberikan tugas.
Memfasilitasi siswa untuk bertindak dari diri sendiri, dan mengaitkan isu-isu global dengan aktivitas-aktivitas untuk mengahadpinya melaui pemikiran sendiri, atau aktivitas yang sering ditemui di lingkungan sekitar.
Memberi kesempatan pada peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.
Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk membentuk karakter dan meningkatkan prestasi belajar.
Memfasilitasi peserta didik membuat laporan isu-isu pada kegiatan Thinking Globally yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang sifatnya menampilkan produk yang mereka hasilkan;
Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan, dan rasa percaya diri peserta didik.
C. Kegiatan Penutup
1) Dalam kegiatan penutup, guru: Memberikan umpan balik positif pada anak, dan memberikan penghargaan aas keberhasilan peserta didik.
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil thinking globally dan acting locally peserta didik melalui berbagai sumber,
3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
5) Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
6) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas balk tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
7) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Model
Pembelajaran Think Pair Square Talkball Share
Model pembelajaran Think Pair Square Share merupakan pengembangan dari model Think Pair Share dan Think Pair Square yang telah dikembangkan masing-masing oleh Frank Lyman pada tahun 1982 dan Spencer Kagan pada tahun 1993 yang kami modifikasikan dengan permainan Talkball (talking ball). Karena model pembelajaran Think Pair Square Share sendiri sudah diterapkan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok. Sehingga agar setiap siswa tetap memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang sama dalam menyampaikan hasil diskusi kami menambahkan dengan suatu permainan yaitu talkball di mana siswa tetap bisa bermain dan bernyanyi sambil belajar.
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajarannya.
1. Think atau tahap berpikir, guru mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa.
2. Siswa diberi kesempatan untuk berfikir atau mencari informasi sendiri.
3. Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota heterogen 4-6 orang.
4. Pair atau tahap berpasangan masing-masing siswa bertukar pikiran secara perpasangan (2 orang).
5. Square tiap pasangan menyampaikan hasil diskusi pada teman 1 anggota kelompok kecil.
6. Setiap kelompok kecil mengambil satu kesepakatan.
7. Permainan Talkball (talking ball)
8. Share, siswa yang mendapatkan bola saat lagu berhenti maka harus menyampaikan hasil kesepakatan dari diskusi yang telah dilakukannya ke siswa lain dalam kelompok besar (kelas).
9. Guru menengahi dan menyatukan persepsi.
Keunggulan dari model ini diantaranya,
1. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memberikan ide atas permasalahan yang diberikan.
2. Melatih siswa untuk menyampaikan pendapat.
3. Memberi kesempatan siswa untuk lebih banyak berdiskusi.
4. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan teman lain yang lebih pintar atau lebih lemah.
5. Melatih siswa untuk bertukar pendapat sekaligus menghargai pendapat yang berbeda.
6. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menyampaikan hasil diskusi.
7. Adanya permainan dan bernyanyi sehingga siswa tidak bosan dengan pembelajaran yang berlangsung.
8. Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang dan pembelajaran lebih mengarah pada student oriented.
Model pembelajaran Think Pair Square Share merupakan pengembangan dari model Think Pair Share dan Think Pair Square yang telah dikembangkan masing-masing oleh Frank Lyman pada tahun 1982 dan Spencer Kagan pada tahun 1993 yang kami modifikasikan dengan permainan Talkball (talking ball). Karena model pembelajaran Think Pair Square Share sendiri sudah diterapkan untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok. Sehingga agar setiap siswa tetap memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang sama dalam menyampaikan hasil diskusi kami menambahkan dengan suatu permainan yaitu talkball di mana siswa tetap bisa bermain dan bernyanyi sambil belajar.
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajarannya.
1. Think atau tahap berpikir, guru mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa.
2. Siswa diberi kesempatan untuk berfikir atau mencari informasi sendiri.
3. Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota heterogen 4-6 orang.
4. Pair atau tahap berpasangan masing-masing siswa bertukar pikiran secara perpasangan (2 orang).
5. Square tiap pasangan menyampaikan hasil diskusi pada teman 1 anggota kelompok kecil.
6. Setiap kelompok kecil mengambil satu kesepakatan.
7. Permainan Talkball (talking ball)
8. Share, siswa yang mendapatkan bola saat lagu berhenti maka harus menyampaikan hasil kesepakatan dari diskusi yang telah dilakukannya ke siswa lain dalam kelompok besar (kelas).
9. Guru menengahi dan menyatukan persepsi.
Keunggulan dari model ini diantaranya,
1. Mengembangkan kemampuan siswa dalam memberikan ide atas permasalahan yang diberikan.
2. Melatih siswa untuk menyampaikan pendapat.
3. Memberi kesempatan siswa untuk lebih banyak berdiskusi.
4. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan teman lain yang lebih pintar atau lebih lemah.
5. Melatih siswa untuk bertukar pendapat sekaligus menghargai pendapat yang berbeda.
6. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menyampaikan hasil diskusi.
7. Adanya permainan dan bernyanyi sehingga siswa tidak bosan dengan pembelajaran yang berlangsung.
8. Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang dan pembelajaran lebih mengarah pada student oriented.
Segala
sesuatu dapat kita lakukan atau capai
Jika
memang benar kita niat untuk melakukannya
Begitupun
sebaliknya (Apa yang Kita Tanam, maka itu pulalah yang kita Tuai)
Abstrak. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai
salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima
komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran yaitu assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction
yang dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar.
Model ini sudah
dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di Kota
Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi
Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa
model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil percobaan tersebut model
pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan
kegiatan pembelajaran dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa.
Kata kunci: motivasi berprestasi, hasil
belajar siswa, ARIAS, kegiatan pembelajaran
1. Pendahuluan
Salah satu masalah
dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya hasil belajar siswa. Suatu tes
terhadap sejumlah siswa SD dari berbagai kabupaten dan propinsi menunjukkan
hasil belajar siswa sangat rendah (Lastri 1993:12). Nilai Ebtanas siswa SD
dalam kurun waktu lima tahun terakhir (1993/1994 sampai dengan 1997/1998)
menunjukkan hasil belajar yang kurang menggembirakan (Depdikbud, 1998).
Hasil belajar
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk
faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan
motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal
adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model
pembelajaran). Bloom (1982: 11) mengemukakan tiga faktor utama yang
mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan
kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang
digunakan.
Sering ditemukan di
lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi tidak
dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena
kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga
hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin
dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan
dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi
berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu, maka dengan
memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu model
pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan
hasil belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang
berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS
memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para
guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai
suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil
belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk mengetahui apakah ada
pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil
belajar.
2. Kajian Teori dan Pembahasan
2.1 Model Pembelajaran ARIAS
Model pembelajaran
ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance,
Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9)
sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini
dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang
mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan
harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen
tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen
model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction
dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model pembelajaran
ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman
nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model
pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan
komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang
dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan
selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui
sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh
siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses
pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior
(1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya
evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen
evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut,
model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention
(minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin);
satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga
dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention
menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance,
karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80).
Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan
berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa
bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata
attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung
pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar
menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara
minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk
memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun
dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan
satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan
pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan
pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan
memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan
rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan
mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS
sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi
ini disebut model pembelajaran ARIAS.
2.2
Komponen Model Pembelajaran ARIAS
Seperti yang telah
dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance,
relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan
teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan
beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
Komponen pertama
model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu berhubungan
dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan
untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne
dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi
cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana
seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan
mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap
ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini
menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan
berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan
(Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian
positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus
menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu
ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal
guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri
dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk
melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil
yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara
yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah:
- Membantu siswa
menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri
positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam suatu
bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang
telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara menanamkan
gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa. Menurut Martin dan
Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah
sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari para ahli.
Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya diri menurut
Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah dilakukan secara luas
di sekolah-sekolah.
- Menggunakan suatu
patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalnya
dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa
melihat buku).
- Memberi tugas yang
sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa
(misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai
ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan
tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan
Curtis dalam Gagne (1987: 175-202) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa
percaya diri pada siswa.
- Memberi kesempatan
kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih suatu
keterampilan.
Komponen kedua model
pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik
berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan
dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2-9).
Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat
dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu
kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki
tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas
serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk
mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui
kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka
juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan
kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).
Dalam kegiatan
pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini. Beberapa cara
yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah:
- Mengemukakan
tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan harapan
yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan
tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
- Mengemukakan
manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan/atau untuk
berbagai aktivitas di masa mendatang.
- Menggunakan bahasa
yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau
nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang
dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami
siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi
keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah
kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental, emosional,
sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang
sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). (4) Menggunakan berbagai alternatif
strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan
demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media
pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.
Komponen ketiga
model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan
minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966:
23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller
seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga
harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu,
guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian
dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya
minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa
melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik
sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara
minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran.
Minat/perhatian
merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar
siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga
minat/perhatian siswa antara lain adalah:
- Menggunakan
cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang
berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
- Memberi kesempatan
kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, misalnya
para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan
pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.
- Mengadakan variasi
dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan
Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara
keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
- Mengadakan
komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan
simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk
menarik minat/perhatian siswa.
Komponen keempat
model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan dengan
evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam
pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982:
336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi
merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh
siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok;
untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam
belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan
kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan
motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31). Evaluasi terhadap siswa
dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai.
Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan
pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh
guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self
assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap
diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa
untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang
maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki
diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan
evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan
keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri
secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri.
Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa
yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan
Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil
belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa
cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:
- Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
- Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.
- Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
- Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.
Komponen kelima
model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa
bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah
reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai
sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan
kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan
berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang
dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam
kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561). Menurut Keller berdasarkan
teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang
disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan bangga telah
berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas
ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain
atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9).
Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan
mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau
lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip
oleh Gagne dan Briggs (1979: merupakan suatu
penguatan (reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian,
memberikan penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi hasil belajar siswa (Hilgard dan Bower, 1975: 561). Untuk itu,
rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Beberapa
cara yang dapat dilakukan antara lain :
- Memberi penguatan
(reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun non-verbal
kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan guru : “Bagus, kamu
telah mengerjakannya dengan baik sekali!”. Menganggukkan kepala sambil
tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan,
merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa yang telah berhasil melakukan suatu
kegiatan. Ucapan yang tulus dan/atau senyuman guru yang simpatik menimbulkan
rasa bangga pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk melakukan kegiatan lebih
baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.
- Memberi kesempatan
kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan yang baru diperoleh
dalam situasi nyata atau simulasi.
- Memperlihatkan
perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa dikenal dan dihargai
oleh para guru.
- Memberi kesempatan
kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami kesulitan/memerlukan
bantuan.
2.3
Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS
Penggunaan model
pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal, sebelum guru melakukan kegiatan
pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak guru atau
perancang merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran
misalnya. Satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan satuan
pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan
bagi guru disusun sedemikian rupa, sehingga satuan pelajaran tersebut sudah
mengandung komponen-komponen ARIAS. Artinya, dalam satuan pelajaran itu sudah
tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya
diri pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan
minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga
pada siswa. Guru atau pengembang sudah merancang urutan semua kegiatan yang
akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media pembelajaran
apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan bagaimana cara
penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan kegiatan
pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa. Demikian
juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa.
Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS.
Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat
menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang
dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi
bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang
dapat menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru dan/atau pengembang agar
menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas dan
kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan
mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar
yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan
berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah memahami
bahan/materi yang sedang dipelajari.
Siswa dapat
membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat membayangkan dirinya sebagai
apa saja (McClelland, 1987: 29). Bahan/materi disusun sesuai urutan dan tahap
kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan
keingintahuan dan memungkinkan siswa dapat mengadakan evaluasi sendiri.
3.
Hasil Percobaan di Lapangan
Model pembelajaran
ARIAS telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Pertama
model ini dicobakan kepada sejumlah siswa kelas V dari sebuah sekolah dasar
(SD) Negeri di Kota Palembang selama satu caturwulan yaitu catur wulan III
tahun ajaran 1995/1996. Sekolah ini diambil sebagai sampel secara acak
sederhana dari sejumlah SD negeri setara di Kota Palembang yang memiliki kelas
V paralel. Dari keseluruhan siswa SD ini diambil 60 orang siswa kelas V sebagai
sampel yang dikelompokkan ke dalam empat kelompok, di mana masing-masing
kelompok berjumlah 15 orang siswa. Sampel siswa ini juga diambil secara acak
sederhana. Percobaan menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2
x 2. Untuk memperoleh data yang diperlukan digunakan instrumen tes hasil
belajar dan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang
diperoleh dianalisis dengan ANAVA—2 jalur dengan uji F pada taraf
signifikansi a = 0,05.
Percobaan kedua juga
menggunakan metode eksperimen dengan rancangan 2 x 2 dilaksanakan di SD yang
berbeda, yaitu sebuah SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin. Lama
percobaan selama satu caturwulan yaitu catur wulan II tahun ajaran 1996/1997.
Jumlah sampel sebanyak 80 orang siswa yang dikelompokkan ke dalam empat
kelompok di mana masing-masing kelompok berjumlah 20 orang siswa. Baik sampel
SD maupun sampel siswa diambil secara acak sederhana. Untuk memperoleh data
yang diperlukan digunakan tes motivasi berprestasi. Data yang diperoleh juga
dianalisis dengan ANAVA—2 jalur pada taraf signifikansi a = 0,05.
Seperti halnya pada percobaan pertama, pada percobaan kedua ini juga dilakukan
uji persyaratan analisis yaitu uji Lilliefors untuk normalitas dan uji Bartlett
untuk homogenitas data.
Apakah motivasi
berprestasi dan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS
lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS. Untuk
itu baik pada percobaan pertama maupun pada percobaan kedua, siswa
dikelompokkan ke dalam kelompok kontrol dan eksperimen. Kegiatan pembelajaran
pada kelompok eksperimen dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran ARIAS.
Satuan pelajaran yang disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS
disusun/dikembangkan oleh penulis. Pada kelompok kontrol kegiatan pembelajaran
dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran non-ARIAS, dengan satuan pelajaran
disusun oleh guru kelas bersangkutan. Pada kedua percobaan ini dilakukan
pengontrolan validitas internal dan eksternal. Pengontrolan validitas internal
adalah:
(1) Menyetarakan
setiap kelompok pada awal percobaan dengan menganalisis skor tes awal setiap
kelompok untuk menghindari efek pemilihan subjek yang berbeda;
(2) Menggunakan
instrumen yang sama untuk tes akhir dan tes awal guna menghindari efek
perbedaan instrumen pengukur;
(3) Mengusahakan
agar tidak ada subjek yang mengundurkan diri selama penelitian berlangsung
untuk menghindari efek kehilangan subjek dalam percobaan;
(4) Memberikan
perlakuan yang relatif singkat, untuk menghindari efek pematangan dan efek tes
awal. Pengontrolan validitas eksternal adalah:
1. Penentuan
kelompok kontrol, kelompok eksperimen dan pemilihan guru yang memiliki
kualifikasi setara ditetapkan secara acak;
2. Suasana belajar,
situasi kelas, dan kondisi setiap kelompok semua sama seperti hari-hari belajar
biasa, kecuali penggunaan model pembelajaran ARIAS pada kelompok eksperimen,
untuk menghindari efek lingkungan yang dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan
dari siswa;
3. Selama percobaan
siswa tidak diberitahu bahwa sedang ada penelitian untuk menghindari efek
Howthorne dan John Henry.
Hasil ANAVA
menunjukkan bahwa pada percobaan pertama Fo=10,74 jauh lebih besar dari Ft=4,02
pada taraf signifikansi a = 0,05, dan perbedaan rerata skor antara kedua
kelompok XA=78,80 > Xn-A=75,93 (Sopah, 1999: 120 – 121). Hasil ini
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS
lebih tinggi daripada mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS. Pada
percobaan kedua Fo=8,44 lebih besar dari Ft=3,96 pada taraf signifikansi a =
0,05, dan perbedaan rerata skor antara kedua kelompok adalah XA=18,55 >
Xn-A=15,98 (Sopah,1998: 99-100). Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi
berprestasi siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada
mereka yang mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
Hasil kedua
percobaan menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap
motivasi berprestasi dan hasil belajar. Motivasi berprestasi dan hasil belajar
siswa yang mengikuti model pembelajaran ARIAS lebih tinggi daripada mereka yang
mengikuti model pembelajaran non-ARIAS.
4.
Penutup
Dari hasil kedua
percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran ARIAS
dapat digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan
motivasi berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan ini
menunjukkan hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa
keterbatasan, yaitu:
Dari hasil kedua
percobaan lapangan tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran dapat
digunakan oleh guru sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi
berprestasi dan hasil belajar. Meskipun percobaan lapangan ini menunjukkan
hasil positif namun kedua percobaan ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
- Percobaan ini
dilakukan dengan mengambil sampel salah satu SD negeri di Kota Palembang
(percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin
(percobaan kedua). Walaupun sampel ini diambil secara acak, namun jumlahnya
sangat terbatas, sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasikan ke
wilayah yang lebih luas. Untuk itu, perlu penelitian sejenis lainnya dengan
sebaran dan wilayah sampel yang lebih luas. Dengan dukungan hasil penelitian
sejenis ini maka diharapkan dapat merupakan bahan pertimbangan penggunaan model
pembelajaran ARIAS di Sekolah Dasar.
- Waktu yang
digunakan untuk percobaan ini juga terbatas. Percobaan hanya berlangsung selama
satu catur wulan. Karena waktunya terbatas, maka bahan atau materi yang
diberikan juga terbatas, belum begitu banyak. Meskipun dalam percobaan ini
telah dilakukan pengendalian secara cermat, namun karena terbatasnya waktu dan
bahan yang diberikan kemungkinan adanya pengaruh variabel lain yang tidak
terkendali dapat terjadi. Untuk itu, perlu adanya penelitian lanjutan yang
waktunya lebih lama, bahan/materi yang diberikan lebih banyak, sehingga dapat
lebih mencerminkan bahwa model pembelajaran ARIAS dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa atau tidak.
- Bidang studi yang
digunakan terbatas pada satu bidang studi bahkan satu subbidang studi. Hasil
baik yang diperoleh dalam subbidang studi ini belum tentu memberikan hasil yang
sama pada bidang studi lain. Karena itu juga perlu adanya penelitian sejenis
lainnya pada berbagai bidang studi, sehingga dapat mencerminkan besarnya
pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap hasil belajar siswa.
- Dalam percobaan
ini satuan pelajaran yang disusun menurut model pembelajaran ARIAS, baik untuk
pegangan guru maupun sebagai bahan/materi bagi murid disusun oleh penulis.
Satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS ini dicobakan dan ternyata
hasilnya baik. Hasil baik ini mungkin perlu didukung oleh penelitian sejenis
lainnya di mana satuan pelajaran menurut model pembelajaran ARIAS disusun oleh
guru bersangkutan. Dengan demikian akan terlihat apakah memang satuan pelajaran
menurut model pembelajaran ARIAS yang disusun oleh guru dengan berbagai macam
keterbatasannya juga akan mencapai hasil yang lebih baik.
Proses model yang lain, yang cukup populer adalah
Spiral Model. Model ini juga cukup baru ditemukan, yaitu pada sekitar
tahun 1988 oleh Barry Boehm pada artikel A Spiral Model of Software
Development and Enhancement. Spiral model adalah salah satu bentuk evolusi
yang menggunakan metode iterasi natural yang dimiliki oleh model prototyping
dan digabungkan dengan aspek sistimatis yang dikembangkan dengan model
waterfall. Tahap desain umumnya digunakan pada model Waterfall, sedangkan tahap
prototyping adalah suatu model dimana software dibuat prototype (incomplete
model), “blue-print”-nya, atau contohnya dan ditunjukkan ke user / customer
untuk mendapatkan feedback-nya. Jika prototype-nya sudah sesuai dengan
keinginan user / customer, maka proses SE dilanjutkan dengan membuat produk
sesungguhnya dengan menambah dan memperbaiki kekurangan dari prototype tadi.
Model ini juga
mengkombinasikan top-down design dengan bottom-up design, dimana top-down
design menetapkan sistem global terlebih dahulu, baru diteruskan dengan detail
sistemnya, sedangkan bottom-up design berlaku sebaliknya. Top-down design
biasanya diaplikasikan pada model waterfall dengan sequential-nya, sedangkan
bottom-up design biasanya diaplikasikan pada model prototyping dengan feedback
yang diperoleh. Dari 2 kombinasi tersebut, yaitu kombinasi antara desain dan
prototyping, serta top-down dan bottom-up, yang juga diaplikasikan pada model
waterfall dan prototype, maka spiral model ini dapat dikatakan sebagai model
proses hasil kombinasi dari kedua model tersebut. Oleh karena itu, model ini
biasanya dipakai untuk pembuatan software dengan skala besar dan kompleks.
Spiral model
dibagi menjadi beberapa framework aktivitas, yang disebut dengan task regions.
Kebanyakan aktivitas2 tersebut dibagi antara 3 sampai 6 aktivitas. Berikut
adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam spiral model:
· Customer communication.
Aktivitas yang dibutuhkan untuk membangun komunikasi yang efektif antara
developer dengan user / customer terutama mengenai kebutuhan dari customer.
· Planning.
Aktivitas perencanaan ini dibutuhkan untuk menentukan sumberdaya, perkiraan
waktu pengerjaan, dan informasi lainnya yang dibutuhkan untuk pengembangan
software.
· Analysis risk.
Aktivitas analisis resiko ini dijalankan untuk menganalisis baik resiko secara
teknikal maupun secara manajerial. Tahap inilah yang mungkin tidak ada pada
model proses yang juga menggunakan metode iterasi, tetapi hanya dilakukan pada
spiral model.
· Engineering.
Aktivitas yang dibutuhkan untuk membangun 1 atau lebih representasi dari
aplikasi secara teknikal.
· Construction &
Release. Aktivitas yang dibutuhkan untuk develop
software, testing, instalasi dan penyediaan user / costumer support seperti
training penggunaan software serta dokumentasi seperti buku manual penggunaan
software.
· Customer evaluation.
Aktivitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan feedback dari user / customer
berdasarkan evaluasi mereka selama representasi software pada tahap
engineering maupun pada implementasi selama instalasi software pada tahap
construction and release.
Berikut adalah gambar dari spiral model
secara umum :
Satu lingkaran dari bentuk spiral pada spiral model
dibagi menjadi beberapa daerah yang disebut dengan region. Region tersebut
dibagi sesuai dengan jumlah aktivitas yang dilakukan dalam spiral model.
Tentunya lingkup tugas untuk project yang kecil dan besar berbeda. Untuk
project yang besar, setiap region berisi sejumlah tugas-tugas yang tentunya
lebih banyak dan kompleks daripada untuk project yang kecil. SE berjalan dari
inti spiral berjalan mengitari sirkuit per sirkuit. Sebagai contoh untuk
sirkuit pertama dilakukan untuk pembangunan dari spesifikasi dari software
dengan mencari kebutuhan dari customer. Untuk sirkuit pertama harus menjalani
semua aktivitas yang didefinisikan. Setelah 1 sirkuit terlewati lanjut ke tugas
selanjutnya misalnya membangun prototype. Tugas ini juga harus mengitari 1
sirkuit dan begitu terus selanjutnya sampai project selesai.
Tidak seperti model-model
konvesional dimana setelah SE selesai, maka model tersebut juga dianggap
selesai. Akan tetapi hal ini tidak berlaku untuk spiral model, dimana model ini
dapat digunakan kembali sepanjang umur dari software tersebut. Pada umumnya,
spiral model digunakan untuk beberapa project seperti Concept Development
Project (proyek pengembangan konsep), New Product Development Project (proyek
pengembangan produk baru), Product Enhancement Project (proyek peningkatan
produk), dan Product Maintenance Project (proyek pemeliharaan proyek). Keempat
project tersebut berjalan berurutan mengitari sirkuit dari spiral. Sebagai
contoh setelah suatu konsep dikembangkan dengan melalui aktivitas2 dari spiral
model, maka dilanjutkan dengan proyek selanjutnya yaitu pengembangan produk
baru, peningkatan produk, sampai pemeliharaan proyek. Semuanya melalui sirkuit2
dari spiral model.
Mengapa
spiral model begitu populer? Pendekatan dengan
model ini sangat baik digunakan untuk pengembangan sistem software dengan skala
besar. Karena progres perkembangan dari SE dapat dipantau oleh kedua belah
pihak baik developer maupun user / customer, sehingga mereka dapat mengerti
dengan baik mengenai software ini begitu juga dengan resiko yang mungkin
didapat pada setiap aktivitas yang dilakukan. Selain dari kombinasi 2 buah
model yaitu waterfall dan prototyping, kelebihan dari software ini ada pada
analisis resiko yang dilakukan, sehingga resiko tersebut dapat direduksi
sebelum menjadi suatu masalah besar yang dapat menghambat SE. Model ini
membutuhkan konsiderasi langsung terhadap resiko teknis, sehingga diharapkan
dapat mengurangi terjadinya resiko yang lebih besar. Sebenarnya dengan menggunakan
prototype juga bisa menghindari terjadinya resiko yang muncul, tetapi kelebihan
dari model ini yaitu dilakukannya proses prototyping untuk setiap tahap dari
evolusi produk secara kontinu. Model ini melakukan tahap2 yang sudah sangat
baik didefinisikan pada model waterfall dan ditambah dengan iterasi yang
menyebabkan model ini lebih realistis untuk merefleksikan dunia nyata. Hal-hal
itulah yang menjadi kelebihan menggunakan spiral model.
Meskipun banyak
kelebihan tetapi tentu masih ada kekurangannya. Kekurangannya ada pada masalah
pemikiran user / customer dimana mereka pada umumnya tidak
Nama model ini sebenarnya adalah “Linear Sequential
Model”. Model ini sering disebut dengan “classic life cycle” atau model
waterfall. Model ini adalah model yang muncul pertama kali yaitu sekitar tahun
1970 sehingga sering dianggap kuno, tetapi merupakan model yang paling banyak
dipakai didalam Software Engineering (SE). Model ini melakukan pendekatan
secara sistematis dan urut mulai dari level kebutuhan sistem lalu menuju ke
tahap analisis, desain, coding, testing / verification, dan maintenance.
Disebut dengan waterfall karena tahap demi tahap yang dilalui harus menunggu
selesainya tahap sebelumnya dan berjalan berurutan. Sebagai contoh tahap desain
harus menunggu selesainya tahap sebelumnya yaitu tahap requirement. Secara umum
tahapan pada model waterfall dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar di atas adalah tahapan umum dari model proses
ini. Akan tetapi Roger S. Pressman memecah model ini menjadi 6 tahapan meskipun
secara garis besar sama dengan tahapan-tahapan model waterfall pada umumnya.
Berikut adalah penjelasan dari tahap-tahap yang dilakukan di dalam model ini
menurut Pressman:
· System / Information
Engineering and Modeling.
Permodelan ini diawali dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang
akan diaplikasikan ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat
software harus dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti
hardware, database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan Project Definition.
· Software Requirements
Analysis.
Proses pencarian kebutuhan diintensifkan dan difokuskan pada software. Untuk
mengetahui sifat dari program yang akan dibuat, maka para software engineer
harus mengerti tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi
yang dibutuhkan, user interface, dsb. Dari 2 aktivitas tersebut (pencarian
kebutuhan sistem dan software) harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada
pelanggan.
· Design. Proses ini digunakan
untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan diatas menjadi representasi ke dalam bentuk
“blueprint” software sebelum coding dimulai. Desain harus dapat
mengimplementasikan kebutuhan yang telah disebutkan pada tahap sebelumnya.
Seperti 2 aktivitas sebelumnya, maka proses ini juga harus didokumentasikan
sebagai konfigurasi dari software.
· Coding. Untuk dapat dimengerti
oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer, maka desain tadi harus diubah
bentuknya menjadi bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam
bahasa pemrograman melalui proses coding. Tahap ini merupakan implementasi dari
tahap design yang secara teknis nantinya dikerjakan oleh programmer.
· Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat
haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi
software harus diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus
benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
· Maintenance. Pemeliharaan suatu
software diperlukan, termasuk di dalamnya adalah pengembangan, karena software
yang dibuat tidak selamanya hanya seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja
masih ada errors kecil yang tidak ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan
fitur-fitur yang belum ada pada software tersebut. Pengembangan diperlukan
ketika adanya perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika ada pergantian
sistem operasi, atau perangkat lainnya.
Mengapa model ini sangat
populer???
Selain karena pengaplikasian menggunakan model ini mudah, kelebihan dari model
ini adalah ketika semua kebutuhan sistem dapat didefinisikan secara utuh,
eksplisit, dan benar di awal project, maka SE dapat berjalan dengan baik dan
tanpa masalah. Meskipun seringkali kebutuhan sistem tidak dapat didefinisikan
seeksplisit yang diinginkan, tetapi paling tidak, problem pada kebutuhan sistem
di awal project lebih ekonomis dalam hal uang (lebih murah), usaha, dan waktu
yang terbuang lebih sedikit jika dibandingkan problem yang muncul pada
tahap-tahap selanjutnya.
Meskipun demikian, karena model ini melakukan
pendekatan secara urut / sequential, maka ketika suatu tahap terhambat, tahap
selanjutnya tidak dapat dikerjakan dengan baik dan itu menjadi salah satu
kekurangan dari model ini. Selain itu, ada beberapa kekurangan pengaplikasian
model ini, antara lain adalah sebagai berikut:
· Ketika problem muncul,
maka proses berhenti, karena tidak dapat menuju ke tahapan selanjutnya. Bahkan
jika kemungkinan problem tersebut muncul akibat kesalahan dari tahapan
sebelumnya, maka proses harus membenahi tahapan sebelumnya agar problem ini
tidak muncul. Hal-hal seperti ini yang dapat membuang waktu pengerjaan SE.
· Karena pendekatannya
secara sequential, maka setiap tahap harus menunggu hasil dari tahap
sebelumnya. Hal itu tentu membuang waktu yang cukup lama, artinya bagian lain
tidak dapat mengerjakan hal lain selain hanya menunggu hasil dari tahap
sebelumnya. Oleh karena itu, seringkali model ini berlangsung lama
pengerjaannya.
· Pada setiap tahap proses
tentunya dipekerjakan sesuai spesialisasinya masing-masing. Oleh karena itu,
ketika tahap tersebut sudah tidak dikerjakan, maka sumber dayanya juga tidak
terpakai lagi. Oleh karena itu, seringkali pada model proses ini dibutuhkan
seseorang yang “multi-skilled”, sehingga minimal dapat membantu pengerjaan
untuk tahapan berikutnya.
Menurut saya, tahapan-tahapan model ini sudah cukup
baik dalam artian minimal untuk melakukan SE, maka harus ada tahapan-tahapan
ini. Tahapan-tahapan ini jugalah yang digunakan oleh model-model yang
lain pada umumnya. Ada filosofi yang mengatakan sesuatu yang sukses diciptakan
pertama kali, maka akan terus dipakai di dalam pengembangannya. Hal ini juga
berlaku pada waterfall model ini. Mungkin dapat dikatakan bahwa inilah standar
untuk melakukan SE.
Akan tetapi, yang mungkin menjadi banyak
pertimbangan mengenai penggunaan dari model ini adalah metode sequential-nya.
Mungkin untuk awal-awal software diciptakan, hal ini tidak menjadi masalah,
karena dengan berjalan secara berurutan, maka model ini menjadi mudah
dilakukan. Sesuatu yang mudah biasanya hasilnya bagus. Oleh karena itu model
ini sangat populer. Akan tetapi, seiring perkembangan software, model ini tentu
tidak bisa mengikutinya. Yang menjadi kelemahan adalah pada pengerjaan secara
berurutan tadi, seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya.
Kelemahan-kelemahan yang lain juga sudah saya utarakan di atas, atau bahkan
masih ada yang lainnya.
Dari sini, nantinya akan dikembangkan model-model
yang lain, bahkan ada tahap evolusioner dari suatu model proses untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan tadi. Meskipun secara tahapan masih menggunakan standar
tahapan waterfall model. Kesimpulannya adalah ketika suatu project skalanya
sedang mengarah kecil bisa menggunakan model ini. Akan tetapi kalau sudah
project besar, tampaknya kesulitan jika menggunakan model ini.
Sumber/Pustaka
Acuan :
Beard, Ruth M. dan Senior, Isabel J. 1980.
Motivating students. London: Routledge and Kegan Paul Ltd.
Bloom, Benjamin S.1982. Human characteristics and school learning. New York: McGraw-Hill Book Company.
Bohlin, Roy M. 1987. Motivation in instructional design: Comparison of an American and a Soviet model, Journal of Instructional Development vol. 10 (2), 11-14.
Callahan, Sterling G. 1966. Successful teaching in secondary schools. Chicago: Scott, Foreman and Company.
Davies, Ivor K. 1981. Instructional technique. New York: McGraw Hill Book Company.
DeCecco, John P. 1968. The psychology of learning and instructions: Educational psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Laporan EBTANAS SD. Palembang: Depdikbud Kodya Palembang.
Dick, Walter dan Reiser, Robert A. 1989. Planning effective instruction. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
________ 1987. Development and use of ARCS model of instructional design, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 2-9.
Keller, John M. dan Thomas W. Kopp. 1987. An application of the ARCS model of motivational design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Lastri, M.T.F. 1993. Kemampuan murid SD memprihatinkan, Kompas, 14 Juli, 12.
Lefrancois, Guy R. 1982. Psychology for teaching. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
McClelland, David C. 1987. Memacu masyarakat berprestasi. Terjemahan Siswo Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta: CV. Intermedia.
Morris, William (ed) 1981. The American heritage dictionary of English language. Boston: Houghton Miflin Company. Petri, Herbert L. 1986. Motivation: Theory and research. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Prayitno, Elida 1989. Motivasi dalam belajar. Jakarta: PPPLPTK.
Reigeluth, Charles M. dan Curtis Ruth V. 1987. Learning situations and instructinal models, dalam Robert M. Gagne (ed.), Instructional technology foundations, 175-206. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Semiawan, Conny R. 1991.
Strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto (ed.), Mencari strategi pengembangan pendidikan nasional menjelang abad XXI, 165-175. Jakarta: Grasindo. Soekamto, Toeti 1994. Evaluasi diri demi peningkatan mutu pendidikan. Pidato pengukuhan guru besar tetap Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, 30 Juli.
Sopah, Djamaah 1998. Studi tentang model peningkatan motivasi berprestasi siswa, Laporan penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
________ 1999. Pengaruh model pembelajaran ARIAS dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa, Disertasi. Jakarta: PPS-IKIP Jakarta.
Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi pendidikan program bimbingan konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Depdikbud.
Bloom, Benjamin S.1982. Human characteristics and school learning. New York: McGraw-Hill Book Company.
Bohlin, Roy M. 1987. Motivation in instructional design: Comparison of an American and a Soviet model, Journal of Instructional Development vol. 10 (2), 11-14.
Callahan, Sterling G. 1966. Successful teaching in secondary schools. Chicago: Scott, Foreman and Company.
Davies, Ivor K. 1981. Instructional technique. New York: McGraw Hill Book Company.
DeCecco, John P. 1968. The psychology of learning and instructions: Educational psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Laporan EBTANAS SD. Palembang: Depdikbud Kodya Palembang.
Dick, Walter dan Reiser, Robert A. 1989. Planning effective instruction. Boston: Allyn and Bacon.
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
________ 1987. Development and use of ARCS model of instructional design, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 2-9.
Keller, John M. dan Thomas W. Kopp. 1987. An application of the ARCS model of motivational design, dalam Charles M. Reigeluth (ed), Instructional theories in action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Lastri, M.T.F. 1993. Kemampuan murid SD memprihatinkan, Kompas, 14 Juli, 12.
Lefrancois, Guy R. 1982. Psychology for teaching. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
McClelland, David C. 1987. Memacu masyarakat berprestasi. Terjemahan Siswo Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta: CV. Intermedia.
Morris, William (ed) 1981. The American heritage dictionary of English language. Boston: Houghton Miflin Company. Petri, Herbert L. 1986. Motivation: Theory and research. Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.
Prayitno, Elida 1989. Motivasi dalam belajar. Jakarta: PPPLPTK.
Reigeluth, Charles M. dan Curtis Ruth V. 1987. Learning situations and instructinal models, dalam Robert M. Gagne (ed.), Instructional technology foundations, 175-206. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Semiawan, Conny R. 1991.
Strategi pembelajaran yang efektif dan efisien dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto (ed.), Mencari strategi pengembangan pendidikan nasional menjelang abad XXI, 165-175. Jakarta: Grasindo. Soekamto, Toeti 1994. Evaluasi diri demi peningkatan mutu pendidikan. Pidato pengukuhan guru besar tetap Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, 30 Juli.
Sopah, Djamaah 1998. Studi tentang model peningkatan motivasi berprestasi siswa, Laporan penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya.
________ 1999. Pengaruh model pembelajaran ARIAS dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa, Disertasi. Jakarta: PPS-IKIP Jakarta.
Suryabrata, Sumadi 1982. Psikologi pendidikan: Materi pendidikan program bimbingan konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Depdikbud.
Brophy,J.
dan J. Alleman (1996). Powerful social studies for elementary students. Forth
Worth: Harcourt Brace College Publisher
Gregg,S.M.
dan G. Leinhardt,. (1994). Mapping out geography: an example of epistemology
and education. Review of Educational Research, 62, 2.
Hasan,S.H.
(1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hess,
F.M. (1999). Bringing the Social Sciences Alive: 10 Simulations for History,
Economics, Government, and Geography. Boston: Allyn and Bacon.
Hursh,D.W.
dan E.W. Ross (2000). Democratic Social Education: Social Studies for Social
Change. New York: Palmer Press.
Lindquist,T.
(1995). Seeing the whole through social studies. London: Heinemann
NCSS
(1994). Curriculum standards for social studies: expectations of excellence.
Washington,D.C.: NCSS
Nebraska,
Stateboard of Education (1998). Nebraska Social Studies/History Standards:
Grades K-12. [Online]. Tersedia: http://www.nde.state.ne.us/SS/SocSStnd.html.
(25 Mei 2001).
National
Center for History in the Schools (1996). National standards for history. Los
Angeles, CA: National Center for History in the Schools
Savage,T.V.
dan D.G. Armstrong (1996). Effective teaching in elementary social studies.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
Shaver,
J.P. (1991). Handbook of research on social studies teaching and learning. A
project of the National Council for the Social Studies. New York: Macmillan
Publishing Company.
Semb,G.B.
dan J.A. Ellis (1994). Knowledge taught in school: what is remembered? Review
of Educational Research, 64, 2.
Stahl,R.J.
(ed)(1994). Cooperative learning in social studies: a handbook for teachers.
Menlo Park, California: Addison-Wesley Publishing Company.
Thornton,S.J.
(1994). The social studies near century’s end: reconsidering patterns of
curriculum and instruction, dalam Review of Research in Education, 20.
Wilson,S.M.
dan Wineburg,S.S. (1993). Wrinkles in time and place: using performance
assessments to understand the knowledge of history teachers. American
Educational Research Journal, 30, 4.
Jurnal
Social
Studies
Review of Educational Research
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
Historia
Review of Educational Research
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial
Historia
Internet
Sumber :
·
Buku
Software Engineering by Roger S. Pressman
"Bercerminlah
pada AIR yang JERNIH dan Jangan Bercermin Pada AIR yang KERUH"
Jika
Orang BISA, Mengapa AKU Tidak???
Aku
MALU pada JABATAN-Ku, SARJANA-Ku, SERTIFIKASI-Ku,dll) yang telah Ku-raih???
WARNING..!! Etika BERKOMENTAR di Blog all's well :
a. Gunakanlah Perkataan yang Baik, Ramah dan Sopan
b. Komentar SPAM akan all's well HAPUS setelah direview
c. Komentar NEGATIF & RASIS akan Segera di HAPUS
d. Dilarang Menambahkan "LINK AKTIF" dalam Komentar
Note: "ANDA SOPAN KAMI PUN SEGAN" (all's well) ConversionConversion EmoticonEmoticon