didik dengan peserta didik, yang sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah
ditetapkan (Hudya, 1988:122). Namun dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran khususnya yang berhubungan dengan Sejarah Kebudayaan Islam,
ternyata masih banyak mengalami hambatan-hambatan baik yang dialami peserta
didik maupun guru. Salah satu hambatan yang terjadi adalah kesulitan dalam
memahami dan menghafal hal-ha yang berkaitan dengan Sejarah Kebudayaan
Islam, khususnya kemajuan Dinasti Umayyah.
Seperti yang terjadi di MI Al - Jihad Ciater, didapatkan latar belakang
peserta didik sangat bervariasi dalam motivasi belajarnya. Mereka rata-rata dalam
belajar tanpa dibekali keinginan untuk memahami dan mengetahui m ateri-materi
yang diajarkan oleh guru. Mereka kurang dalam memilah-milah materi sejarah
antara dinasti yang satu dengan dinasti yang lain, sehingga tidak sedikit peserta
didik yang keliru dalam m enyebutkan dan menjawab soal yang diberikan guru.
Berdasarkan pengalaman peneliti, dari beberapa materi/pokok bahasan
yang disajikan di kelas MI Al - Jihad Ciateradalah pokok bahasan Dinasti Umayyah, bentuk-
bentuk kesalahan dalam menjawab pertanyaan terutama dalam hal nama tokoh,
hasil Karya, dan tahun peristiwa sejarah, seperti :
1. Ibu Kota Dinasti Um ayyah adalah
a. Damaskus b Jeddah. c. Bagdad d. Mesir
Jawaban yang diberikan peserta didik adalah kebanyakan mereka m erasa tidak
mengetahui nama ibu kota Dinasti Umayyah, karena pada saat ini daerah
kekuasaan Dinasti Umayyah sudah tidak ada, sehingga mereka harus
menghafal nama ibu kota tersebut.
2. Nama Ulama dari tabi’in dibidang fiqih adalah
a. Said bin Musayyad b. Mujahid bin Zubae
c. Ubay bin Kaab d. Hammad bin Abi Sulaeman
Siswa kebingungan mengenai periodisasi tokoh dan disiplin illmu yang
didalaminya, sebab dalam sejarah Kebudayaan Islam terjadi periodisasi dan
kajian illmu-ilmu islamyang bengi banyak, sehingga mereka (peserta didik)
harus meghafal seluruh tokoh-tokoh yang mungkin ada beserta disiplin ilmu
yang dikajinya. Selain itu pula satu tokoh tidak hanya mendalam i satu disiplin
ilmu.
3. Shabat yang menjadi guru di bidang tafsir adalah :
a.. Hasa al Basri b. Mujaihid bin Zubaer c. Ubay bin Kaab d.
Hammad bin Sulaeman
Jawaban yang diberikan siswa rata-rata merasa kebingungan dengan soal
nomor 2, sebab soal kedua nom or tersebut sangat mirip nama tokoh yang
ditanyakan.
Dari contoh di atas banyak peserta didik sulit untuk menjawab soal
tenpenerapan ang menyebutkan nama tokoh dan disiplin ilmu yang diberikan serta
nama ibu kotanya, peserta didik kebingungan untuk memilih salah satu jawaban
yang benar, karena peserta didik tidak hafal dengan jelas mengenai nama dan
persitiwa yang terjadi, sehingga mereka menjawab dengan salah, karena peserta
didik tidak menganalisis persiatiwa sejarah berdasarkan periodisasi sejarah Islam,
akana tetapi lebih menekankan kepada semata, tanpa peduli periodisasi dan
klasifikai kaeilmuan yang dikajinya.
Setiap pokok bahasan yang disajikan dalam Sejarah Kebudayaan Islam itu
selalu berkesinambungan, maka peneliti ingin memperbaiki pembelajaran dengan
mengadakan penelitian yang berjudul: “Mengajarkan Sejarah Kebudayaan Islam
dengan Pendekatan Kontruksitivisme pada Pokok Bahasan Kemajuan DInasti
Umayyah di Kelas 6 MI Al - Jihad Ciater.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengajarkan Kemajuan Dinasti Umayyah dengan
pendekatan Kntruktivisme di kelas VI MI Al - Jihad Ciater?
2. Bagaimana prestasi belajar peserta didik pada pokok bahasan
Kemajuan Dinasti Umayyah dengan pendekatan kontrtuktivisme ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah, m aka tujuan penelitian ini agar dapat:
1. Menerapkan metode/pendekatan kontruktivisme dalam pem belajaran
Sejarah Kebudayaan Islam pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti
Umayyah secara berkelompok di kelas VIII MTs. Negeri Pamoyanan
2. Meningkatkan prestasi peserta didik dalam belajar Kemajuan Dinasti
Umayyah, khusus peserta didik kelas VIII MTs. Negeri Pamoyanan
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk:
1. Bahan informasi bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam guna peningkatan
prestasi peserta didik setelah guru m engetahui letak kesalahan dan
kekeliruan yang dialami peserta didik, khususnya pada pokok bahasan
Kemajuan Dinasti Umayyah.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk memilih metode pengajaran yang
sesuai dalam menyelesaikan soal Sejarah Kebudayaan Islam khususnya
pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah.
3. Bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut guna peningkatan prestasi
belajar peserta didik.
E. Asumsi Penelitian
Asumsi dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil tes sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik.
2. Kesalahan-kesalahan peserta didik dalam menjawab setiap soal
m erupakan indikator kesulitan dalam memahami periodisasi dan
klasifikasi keilmuan yang menjadi kajian tokoh keislaman pada masa
Dinasti Umayyah
3. Peserta didik mendapatkan fasilitas yang sama dari sekolah.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Hakekat Sejarah Kebudayaan Islam
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat untuk mendefinisikan apa
itu Sejarah Kebudayaan Islam. Walaupun belum ada definisi tunggal menganai
Sejarah Kebudayaan Islam , bukan berarti Sejarah Kebudayaan Islam tidak dapat
dikenali. Seperti apa yang telah diutarakan oleh Badri Yatim (1985:5) sebagai
pengetahuan Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai beberapa karakteristik, yaitu
bahwa obyek Sejarah Kebudayaan Islam mengenai peristiwa-perittiwa keislaman
di massa lalu. Sementara menurut Koentjaraningrat, (1985 : 5) kebudayaan paling
tidak m empunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai
suatu komplek ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, perauran, dan
sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek
aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda,
yaitu wujud kebudayaan seagai benda-benda hasil karya. Dengan mengetahui
obyek penelaahan Sejarah Kebudayaan Islam, kita dapat mengetahui hakekat
Sejarah Kebudayaan Islam yang sekaligus dapat diketahui juga kemajuan dan
kemunduran serta kejatuhan dalam Sejarah Kebudayaan Islam. Sejarah
Kebudayaan Islam itu timbul karena pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan
(daya cipta dan karsa = budaya ) manusia yang berhubungan dengan kejadian
yang dialaminya. Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai kawasan kajian yang
sangat luas diantaranya : tem pat peristiwa, nama tokoh peristiwa, jenis peristiwa,
tahun peristiwa,. sebab-sebab terjadi (latar belakang) dan sebab kemunduran dan
kejatuhannya dan lain-lain.
Mengenai obyek Sejarah Kebudayaan Islam, Jaih Mubarok (2004 : 12)
kebudayaan memiliki empat unsur (rukun) : (1) kayakinan (belief), (2) nilai (value),
(3) norma (norm), (4) symbol ( symbol). Sementara menurut Koentjaraningrat,
(1985 : 5) kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu
wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, perauran, dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud
kebudayaan sebagai suatu komplek aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam
masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan seagai benda-benda
hasil karya.
Dari segi kepercayaan, Harusn Nasution menjelaskan, bahwa agama pada
hakekatnya memiliki dua kelompok ajaran, yaitu kelompok pertama adalah ajaran
yang diwahyukan Allah swt. dan kelompok kedua adalah penafsiranya. Kelompok
pertama bersifat absolute, mutlak tidak berubah dan tidak bisa diubah,
sementaqra kelompok kedua bersifat nisbi, berubah, ddan dapat berubah sesuai
dengan perkem bangan zaman, yang selanjutnya disebut dengan peradaban atau
kebudayaan.
Dengan mengetahui objek sejarah Kebudayaan Islam tersebut, maka dalam
mempelejari Sejarah Kebudayaan Islam dengan meperhatikan berbagai peristiwa
dan hasil budaya masyarakat dimasa kejayaan umat Islam di masa lalu, melalui
periodisasi dan kalsifikasi hasil budaya tersebut berupa karya seni, karya idea
(ilm u), dan lain-lain.
B. Belajar Sejarah Kebudayaan Islam
Belajar merupakan kegiatan setiap orang. Seseorang dikatakan belajar, bila
dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan atau usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar. Karena itu seseorang
dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses
kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah
laku itu mem ang tidak dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama.
Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses
belajar sedang perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar.
Ausebel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna bila inform asi
yang akan dipelajari peserta didik sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya,
sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif
yang dimiliki (Hudoyo, 1990:138). Dalam teori belajar Robert M. Gagne yang
diungkapkan (1980:138) dikatakan bahwa dalam belajar ada dua obyek yang
dapat diperoleh peserta didik , obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak
langsung antara lain: kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, m andiri
(belajar, bekerja dan lain-lain), bersikap positif dan mengerti bagaimana
seharusnya belajar.
Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada
apa yang telah diketahui orang. Karena Sejarah Kebudayaan Islam merupakan
sejarah hasil ide-ide yang abstrak (idea) yang tidak lepas dari perilaku kehidupan
manusia masa lalu, khhususnya umta Islam mulai masa Rasululullah saw. Maka
dalam meplejari Sejarah Kebudayaan Islam tidak lepas dari pola kehidupan yang
dilakukan masyarakat Islam pada masa tersebut, seperti pada masa Dinasti
Umayyah, maka dalam mempelajari sejarah pada masa Dinasti Umayyah harus
mengetahui pola kehidupan masanya, lehih khusus lagai bila ingin mengetahui
kemjaun yang dicapai oleh Dinasti Umayyah, maka harus mengetahui pola
kehidupan pada masanya, yakni masa penggalian ilmu-ilm u keislaman secara
mendalam oleh setiap orang melalui penerjemahan berbagai khazanah ilmu
pemngetahuan yang ada dan berkembang pada masa itu.
Dalam proses belajar Sejarah Kebudayaan Islam terjadi proses berfikir.
Seseorang dikatakan berfikir bila melakukan kegiatan mental dan orang yang
belajar Sejarah Kebudayaan Islam selalu melakukan kegiatan mental. Sehingga
dalam berfikir, seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan antar bagian-
bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun kesimpulan. Dalam
proses itu juga melibatkan bagaimana bentuk kegiatan m engajarnya.
Mengajar adalah suatu kegiatan dimana guru menyampaikan pengetahuan
atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuan mengajar adalah agar
pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik, sehingga
mengajar bisa dikatakan baik, apabila hasil belajar peserta didik juga baik. Apabila
terjadi proses belajar mengajar itu baik, maka dapat diharapkan bahwa hasil
belajar peserta didik akan baik pula. Dengan demikian peserta didik sebagai
subyek akan dapat memahami Sejarah Kebudayaan Islam, selanjutnya mampu
mengaplikasikan pada situasi yang baru, seperti menerapkan pada masa dima a
perserta didik itu hidup.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Proses Mengajar dan Belajar
Sejarah Kebudayaan Islam
Menurut Herman Hudoyo (1988:6) kegiatan belajar yang kita kehendaki akan
bisa tercapai bila faktor -faktor berikut ini dapat dikelola sebaik -baiknya:
1. Peserta didik
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta
didik. Misalnya saja, bagaim ana kemampuan dan kesiapannya untuk belajar
Sejarah Kebudayaan Islam , bagaimana kondisi peserta didik, dan kondisi
fisiologisnya. Orang yang dalam keadaan sehat jasmani akan lebih baik
belajar daripada orang yang dalam keadaan lelah, seperti perhatian,
pengamatan, ingatan juga berpengaruh terhadap kegiatan belajar seseorang.
2. Pengajar
Kemampuan pengajar dalam menyampaikan materi dan sekaligus
menguasai materi yang diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses
belajar. Seorang pengajar yang tidak menguasai materi Sejarah Kebudayaan
Islam dengan baik dan kurang menguasai cara menyampaikan dengan tepat
dapat mengakibatkan rendahnya mutu pengajaran dan yang kedua dapat
menimbulkan kesulitan peserta didik dalam memahami Sejarah Kebudayaan
Islam. Akibatnya proses belajar Sejarah Kebudayaan Islam tidak berlangsung
efektif.
3. Sarana dan prasarana
Sarana yang lengkap seperti adanya buku teks dan alat bantu belajar
merupakan fasilitas yang penting. Demikian pula prasarana yang cocok
seperti ruangan dan tempat duduk yang bersih dan sejuk bisa memperlancar
terjadinya proses belajar. Tidak menutup kemungkinan penyediaan sum ber
lain, seperti majalah tentang pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam,
laboratorium Sejarah Kebudayaan Islam dan lain-lain akan dapat
meningkatkan kualitas belajar.
4. Penilaian
Penilaian dipergunakan untuk melihat bagaimana berlangsungnya
interaksi antara pengajar dan peserta didik. Disamping itu penilaian juga
berfungsi untuk meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan
dapat memperbaiki hasil belajar apabila kurang berhasil. Penilaian juga
mengacu pada proses belajar, yang dinilai adalah bagaim ana langkah-
langkah berfikir peserta didik dalam menganalisis masalah Sejarah
Kebudayaan Islam. Dengan demikian, apabila langkah-langkah analisis
masalah benar, telah menunjukkan proses belajar peserta didik baik.
D. Kesulitan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam
Pada kenyataanya, dalam proses belajar m engajar masih dijumpai bahwa
peserta didik mengalami kesulitan belajar. Kenyataan inilah yang harus segera
ditangani dan dipecahkan. Seperti yang telah diuraikan pada Bab I, bahwa
kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang
ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang
diharapkan.
Menurut Soejono (1984:4) kesulitan belajar peserta didik dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti: fisiologi,
faktor sosial, faktor pedagogik. Selain itu, terdapat pula kesulitan khusus dalam
belajar Sejarah Kebudayaan Islam seperti:
1. Kesulitan dalam menggunakan istilah
Dalam hal ini dipandang bahwa peserta didik telah memperoleh pengajaran
sautu pengertian (istilah), tetapi belum m enguasainya mungkin karena lupa
sebagian atau seluruhnya. Mungkin pula istilah yang dikuasai kurang cermat.
Hal ini disebabkan antara lain:
a. Peserta didik lupa nama singkatan suatu obyek
Misalnya peserta didik lupa terminology kebudayaan dan peradaban
b. Peserta didik kurang mampu menyatakan arti istilah dalam sejarah.
Misalkan peserta didik yang mam pu menyatakan kebudayaan dan
peradaban dalam kehidupan masa kini.
2. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip
Jika kesulitan peserta didik dalam menggunakan prinsip kita analisa,
tampaklah bahwa pada umumnya sebab kesulitan tersebut antara lain:
a. Peserta didik tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk
m engembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan yang perlu.
b. Miskin dari konsep dasar secara potensial merupakan sebab kesulitan
belajar prinsip yang diajarkan dengan metode kontekstual (contoh nyata).
c. Peserta didik kurang jelas dengan prinsip kebudayaan yang telah
diajarkan.
3. Kesulitan memiliah-milah periodisaasi Sejarah Kebuddayaan Islam.
Sejarah Kebudayaan Islam oleh para ahli telah di buat periodisasi sejarah,
agar mem udahkan dalam mempelajarinya dan m engklasifikasinya agar tidak
bercampur baur dalam menentukan periode mana dan klasifikasi apa yang
harus dipelajari, akan tetapi peserta didik sering dibingungkan dengan
berbagai terminology yang digunakan dan memilah-milahnya, sehingga
berakibat dalam menjawab pertanyaan sering terjadi kekeliruan termasuk ke
periode mana dan klasfikasi apa. HaL ini disebabkan oleh :
a. Peserta didik tidak mampu mengklasifikasi kebudayaan yang dihasilkan
masyarakat Islam dan periodisasi sejarah Kebudayaan Islam itu sendiri.
Untuk mengecek kebenaran dugaan ini, guru memerintahkan untuk
menyatakan kem bali apa yang telah dikerjakan dengan menggunakan
bahasanya sendiri. Guru dapat melihat hasil jawaban peserta didik
apakah sudah benar jawbannua atau belum.
b. Peserta didik tidak dapat membayangkan dan menganalisis sejarah
dengan kehidupam masa saat peserta didik hidup.
Kesulitan belajar dapat ditunjukkan dengan beberapa gejala yaitu:
- menunjukkan prestasi yang rendah
- hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan
- keterlambatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan
Obyek yang dapat kita periksa untuk mengetahui penyebab kesukaran
peserta didik belajar contohnya seperti: (a) materi yang diajarkan
dianggap terlalu sulit, (b) pengajarannya yang kurang baik dan dapat
disebabkan oleh kesalahan pengajaran dalam menyajikan metode
ataupun tidak adanya alat peraga, dan (c) dari peserta didik sendiri
disebabkan karena kelemahan jasmani, kurang cerdas, tidak ada minat,
tidak ada bakat, emosi tidak stabil, suasana yang tidak mendukung
E. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas adalah suatu sistem yang mengharapkan sebagian besar
peserta didik dapat menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
telah ditetapkan secara tuntas. Mengenai ketuntasan, peserta didik yang
memperoleh nilai ulangan harian kurang dari 7,5 perlu
diberikan remidi dengan menitikberatkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang belum dikuasai (Ahmad, 1995:20).
Ngadiono (1980:1) menjelaskan bahwa maksud utama belajar tuntas adalah
pencapaian penguasaan seluruh standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar.
Pada belajar tuntas, peserta didik diharapkan mencapai tingkat penguasaan
tertentu terhadap tujuan pembelaajaran sesuai dengan indicator-indikator yang
telah ditentukan dalam rencana pelaksaaan pembelajaran (RPP) sebelum
melajutkan kepada standar komptensi dan kompetensi dasar berikutnya.
F. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
1. Pengertian
Kontekstual berasal dari kata dasar konteks yang berarti berbagai bidang
kehidupan atau hal-hal yang diperlukan agar orang dapat melaksanakan
sesuatu. Definisi pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) adalah konsep belajar yang mem bantu guru mengkaitkan
antara m ateri yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan
m endorong peserta didik mem buat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep ini, hasil materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan
yang dim ilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari,
dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:
kontruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning) , menemukan (Inquiry),
m asyarakat belajar (Learning Community ), pemodelan ( Modeling), dan
penilaian sebenarnya ( Authentic Assesment). Pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang
m embantu guru mengkaitkan pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah, bukan tranfer
pengetahuan dari guru ke peserta didik. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil.
Dalam konteks itu, peserta didik perlu m engerti apa makna belajar, apa
m anfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka
sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan
begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu
bekal untuk hidupnya nanti. Mereka m empelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya dan berupaya menganggapinya. Dalam upaya itu, mereka mem erlukan
guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu peserta
didikm encapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih bayak berurusan
dengan strategi
daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota
kelas (peserta didik). Sesuatu yang baru datang dari ‘menemukan sendiri’,
bukan dari ‘apa kata guru’. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran berjalan konduktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat
dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum, dalam bidang studi apa saja, dan
tidak diperlukan biaya yang mahal. Secara garis besar penerapan pendekatan
kontekstual, langkahnya adalah sebagai berikut ini:
(1) Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
(2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk sem ua topik.
(3) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.
(4) Ciptakan ‘masyaraat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok).
(5) Hadirkan ‘m odel’ sebagai contoh pembelajaran.
(6) Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
(7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2. Tujuh kom ponen pendekatan kontekstual (CTL):
Tujuh komponen pendekatan yaitu: (a) Kontruksi (Constructivism),
K ontruksivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual, y aitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan m asalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, (b)
Menem ukan (Inquiri), penemuan merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
hasil dari m enem ukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang
m erujuk pada kegiatan menemukan, (c) Bertanya (Questioning), pengetahuan
yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari ‘bertanya’. Bertanya merupakan
strategi utam a pembelajaran ini. Bertanya dalam pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berfikir peserta didik, (d) Masyarakat belajar ( Learning
Community), konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerjsama dengan orang lain. Hasil belajar
diperoleh dari ‘sharing’ antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu
ke yang belum tahu. Di kelas ini, di sekitar sini, juga orang yang di luar sana,
semua adalah anggota masyarakat belajar, (e) Pemodelan (Modeling),
m aksudnya dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan
tertentu, ada m odel yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahas
akan gagasan yang dipikirkan, mendemontrasikan bagaimana guru
m enginginkan pada peserta didiknya untuk belajar, dan melakukan apa yang
diinginkan guru bagi peserta didik-peserta didiknya. Pemodelan dapat
berbentuk demontrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktifitas belajar,
(f) Refleksi (Reflection), adalam cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari
atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilaksanakan di masa
yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau
pengetahuan yang baru diterima. Misalnya ketika pelajaran berakhir peserta
didik merenungkan apa yang baru diterimanya, (g) Penilaian yang sebenarnya
(Authentic Assessment), adalah prosedur penilaian pada pembelajaran
kontekstual dengan prinsip dan ciri-ciri penilaian autentik. A ssessment adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa m emberikan gambaran
perkem bangan belajar peserta didik. Hal ini untuk memastikan apakah peserta
didik telah mengalami proses pembelajaran yang benar atau tidak.
3. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan atau strategi yang berasosiasi dengan pembelajaran
kontekstual m emiliki kesamaan ciri dalam hal:
Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pem belajaran yang
m enggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari m ateri
pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam
situasi berorientasi masalah, termasuk di dalam belajar dan bagaimana
belajar. Tugas guru adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan
m emfasilitasi penyelidikan dan dialog.
4. Pengajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa).
Menurut Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa
“pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sistematis mengembangkan interaksi yang s ilih asah, silih asuh, dan silih asuh
antar sesama peserta didik sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.
Hasil penelitian yang dilakukan Johnson (1984) keunggulan pembelajaran
kooperatif yaitu: (a) Memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian
sosial, (b) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati, (c)
Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri/egois, (d) Meningkatkan
kepekaan dan kesetiakawanan sosial, (e) Meningkatkan kemampuan
m emandang masalah dan situasi dari berbagai perpektif, dan (f) Meningkatkan
hubungan positif antara peserta didik terhadap guru dan personil sekolah.
5. Pengajaran Berbasis Inkuiri
Pembelajaran dengan penemuan (inquiri) merupakan suatu komponen
penting. Bruner (1966), m enganjurkan pembelajaran dengan basis inkuiri
sebagai berikut: “Kita mengajarkan suatu bahan kajian tidak untuk
m enghasilkan perpustakaan hidup, tetapi lebih ditujukan untuk membuat
peserta didik berfikir”. Belajar dengan penemuan mempunyai keuntungan:
m emacu peserta didik untuk mengetahui, memotivasi peserta didik untuk
m enem ukan jawaban, dan peserta didik belajar memecahkan masalah secara
m andiri serta memiliki ketrampilan berfikir kritis. Inkuiri adalah seni dan ilmu
bertanya dan menjawab, juga menuntut eksperimentasi, refleksi, dan
pengenalan akan keunggulan metode sendiri.
6. Pengajaran Autentik
Pengajaran autentik yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenalkan
peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna, peserta didik dituntut
m engembangkan ketram pilan befikir dan pemecahan maslaah yang penting
dalam konteks kehidupan nyata. Untuk memecahkan masalah, peserta didik
harus mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi kemungkinan
pemecahannya, memilih dan m elaksanakan pemecahan atas m asalah
tersebut.
7. Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas
Hal ini membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana
lingkungan belajar peserta didik didesain agar peserta didik dapat melakukan
penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi
dan melaksanakan tugas bermakna.
Peserta didik diberi tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi
autentik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya. Tidak memandang
apakah tugas harus dikerjakan sebagai pekerjaan kelas atau sebagai
pekerjaan rumah.
8. Pengajaran Berbasis Kerja
Pengajaran berbasis kerja memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang
m emungkinkan peserta didik menggunakan konteks tempat kerja untuk
m empelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan sebagaimana materi
tersebut dipergunakan di tempat kerja. Pengajaran berbasis kerja
m enganjurkan pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif
kepada aktifitas sehari-hari di kelas, baik dengan cara melibatkan peserta didik
dalam tugas dan melibatkan peserta didik dalam kelompok pembelajaran.
9. Pengajaran Berbasis Jasa Layanan
Pengajaran berbasis jasa layanan memerlukan penggunaan metodologi
pengajaran yang m engkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu
struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan. Strategi
pembelajaran ini berpijak pada pemikiran bahwa semua kegiatan kehidupan
dijiwai oleh kemampuan melayani. Untuk itu peserta didik sejak dini dibiasakan
untuk melayani orang lain.
Pada dasarnya peserta didik lebih mudah belajar pada sesuatu yang
kongkrit karena memahami konsep abstrak sulit untuk diterima. Oleh karena
itu diperlukan benda-benda konkrit (riil) sebagai perantara atau visualisasinya.
Konsep abstrak itu dicapai melalui tingkat belajar yang berbeda-beda. Konsep
abstrak yang dipaham i peserta didik akan mengendap, melekat, dan tahan
lama bila peserta didik belajar melalui perbuatan dan pengertian, bukan hanya
m elalui teori belaka.
Dalam belajar Sejarah Kebudayaan Islam diperlukan alat peraga yang
berfungsi sebagai:
a. Proses belajar mengajar term otivasi. Baik peserta didik maupun guru,
terutama peserta didik minatnya akan timbul. Mereka akan senang,
terangsang, tertarik dan akan bersikap positif terhadap pengajaran
Sejarah Kebudayaan Islam.
b. Konsep abstrak Sejarah Kebudayaan Islam tersajikan dalam bentuk
konkrit m aka lebih dapat dipahami dan dimengerti, serta dapat
dikembangkan.
c. Hubungan antara konsep abstrak Sejarah Kebudayaan Islam dengan
benda-benda di alam sekitar akan lebih dapat dimengerti.
d. Konsep-konsep abstrak yang disajikan dalam bentuk konkrit yaitu
dalam bentuk model Sejarah Kebudayaan Islam yang dapat dipakai
sebagai obyek penelitian maupun sebagai alat untuk meneliti ide-ide
baru dan relasi baru menjadi bertambah banyak.
Selain itu penggunaan alat peraga dapat dikaitkan dengan salah satu:
1. Pembentukan konsep.
2. Pemahaman berbagi terminologi
3. Latihan dan penguatan.
4. Pelayanan terhadap perbedaan individual, termasuk pelayanan terhadap
peserta didik yang lemah dan peserta didik berbakat.
5. Pengukuran, alat peraga dipakai sebagai alat ukur.
6. Pengam atan dan penemuan sendiri ide-ide dan relasi baru serta
penyimpulan secara umum, alat peraga sebagai obyek peneliti maupun
sebagai alat untuk meneliti.
Alat peraga dapat berupa benda riil, gambar, diagram, atau audio visual.
Keuntungan alat peraga benda riil adalah benda-benda itu dapat dipindah-
pindahkan (dimanipulasi), sedangkan kelemahannya tidak dapat disajikan
dalam buku (tulisan). Oleh karena itu untuk bentuk tulisan dibuat gambar atau
diagram, tetapi kelemahannya ialah tidak dapat dimanipulasi, sementara
dengan menggunakan audio visual peserta didik dapat mengasimilasi kejadian
m asal lalu dengan kehidupan masa sekarang, selain dapat membayangkan
bagaimana kehidupan masa lalu (sejarah terjadinya persitiwa tersebut),
kelemahannya tidak dapat digunakan setiap saat tergantung kepada kondisi
dan situasi yang terjadi saat pembelajaran akan dilaksanakan.
G. Materi Kemajuan Dinasti Umayyah
1. Kemajuan-kemajuan dibidang Ilmu Agam a Islam, khusunya tokoh-tokoh
ulama pada masa tabi’in dengan cara :
a. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu hadits,
dan karya besarnya
b. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu tafsir,
dan karya besarnya
c. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu fiqih, dan
karya besarnya
d. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu tasawuf,
dan karya besarnya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengungkapkan permasalahan tentang
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti
Umayyah dengan pendekatan kontekstual pada peserta didik kelas VIII di MTs.
Negeri Pamoyanan.
Kemudian peneliti melakukan tindakan dengan pembelajaran kontekstual
agar peserta didik belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip
kontekstual, yaitu proses pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong
peserta didik untuk m enyadari dan menggunakan pemahamannya,
mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Kriteria penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena: (1)
menggunakan latar belakang alami sebagai sumber data langsung dan penelitian
merupakan alat pengumpul data utama, (2) analisis data secara induktif, (3)
bersifat diskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati sehingga yang dikumpulkan
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti, (4) adanya
kriteria untuk keabsahan data (Moeleong, 1995:4-7).
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan
kelas (PTK). Pemilihan jenis PTK karena peneliti terlibat langsung dan sudah
merupakan tugas peneliti sebagai pendidik yang harus selalu berusaha
meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan
kajian tentang situasi sosial dan pandangan untuk meningkatkan mutu tindakan
yang ada di dalamnya.Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mem berikan
pertimbangan praktis dalam situasi nyata (Elliot dalam Wahyudi, 1997:46).
Dalam penelitian ini prosedur penelitian dimulai dengan siklus I setelah
dilaksanakan tes awal. Hasil tes awal diteliti dan diketahui kesulitasn peserta didik
dalam m emahami konsep Teorema Pythagoras. Penelitian ini akan mengungkap
persoalan yang terjadi dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan
pendekatan kontekstual pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Peneliti
berada di sekolah dari awal sampai akhir penelitian guna mengetahui keadaan
peserta didik , merumuskan tindakan selanjutnya, memantau dan melaporkan hasil
penelitian.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MI Al – Jihad Kecamatan Ciater Subang,
berdasarkan tem pat tugas peneliti. Selain itu ternyata pada pembelajaran
Kemajuan Dinasti Umayyah menunjukkan hasil belajar peserta didik kurang
optimal, yaitu 85% dari peserta didik kelas VIII masih memperoleh nilai kurang dari
50 pada saat diberikan tes awal Teorema Pythagoras. Berdasarkan pertimbangan
tersebut peneliti berusaha untuk menelusuri kesulitan peserta didik dalam
pembelajaran Kemajuan Dinasti Umayyah sehingga dapat diupayakan
pembelajaran yang sesuai keadaan peserta didik.
C. Prosedur Penelitian
Untuk kelancaran penelitian, diperlukan prosedur dalam penelitian yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu dalam bentuk persiapan
penelitian.
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah yang digunakan untuk
memperoleh data dari sumber yang diteliti mulai dari awal sampai akhir untuk
disajikan dalam bentuk penelitian. Jalannya penelitian yang dilakukan sampai
dengan penyusunan penelitian ini adalah melalui dua tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap ini merupakan usaha untuk mempersiapkan penelitian, dalam hal
ini yang dipersiapkan antara lain
a. Mengikuti bimbingan dan pelatihan dari nara sumber dan
Widyaiswara.
b. Mengadakan koordinasi dengan guru Sejarah Kebudayaan Islam
MI Al - Jihad Ciater kususnya guru mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam kelas VIII yang lain untuk memperoleh penjelasan
materi yang diberikan kepada peserta didik.
c. Menetapkan obyek penelitian yaitu seluruh peserta didik kelas VI
MI Al - Jihad Ciater tahun pelajaran 2006/2007 khusunya kelas
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah persiapan dianggap cukup baru penelitian dimulai, peneliti
m embagi penelitian ini menjadi 3 siklus. Sedangkan waktunya mulai tanggal
10 Septem ber sampai dengan 12 Oktober 2007. Langkah-langkah yang
ditempuh dalam penelitian ini adalah:
a. Siklus I
1. Melakukan observasi tentang permasalahan-permasalahan yang
sedang terjadi dan mengkaji penyelesaiannya.
2. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada
pokok bahasan menganalisis kemajuan Dinasti Umayyah dengan
pendekatan kontekstual.
3. Melaksanakan kegiatan pembelajaran selama dua kali pertemuan
dengan pendekatan kontekstual.
4. Mengadakan evaluasi pertam a sebagai pengumpulan data.
5. Mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
diberikan.
b. Siklus II
1. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada sub
bahasan tokoh-tokoh ulama tabi’in dalam bidang ilmu hadits, ilmu
tafsir.
2. Melaksanakan kegiatan pem belajaran selama dua kali pertemuan
dengan menggunakan konteks bangun kubus dan balok.
3. Mengadakan evaluasi kedua sebagai penjaring data.
4. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan pembelajaran
yang telah diberikan.
c. Siklus III
1. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RP) pada sub
bahasan tokoh-tokoh ulama tabi’in dalam bidang ilmu fiqih, dan ilmu
tasawuf.
2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran selama dua kali pertemuan.
3. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan yang telah
dilaksanakan.
D. Jenis dan Sumber Data
Data adalah hasil pencatatan penelitian, baik berupa fakta atau angka
(Arikunto, 1996:81). Data ada dua macam yaitu:
a. Data yang berupa bilangan atau angka-angka disebut data kuantitatif.
b. Data yang berbentuk bukan bilangan atau angka-angka disebut kualitatif.
(Pasaribu, 1984:91)
Dalam penelitian ini digunakan pengambilan data kuantitatif, sedangkan
sumber data penelitian adalah nilai ulangan harian atau hasil evaluasi dari masing-
masing siklus pada pokok bahasan Kem ajuan Dinasti Umayyahyang diperoleh
peserta didik selama penelitian berlangsung.
E. Setting Penelitian
1. Gambaran Populasi
Populasi adalah obyek penelitian, yaitu kumpulan subyek sumber
informasi atau kelompok yang menjadi sasaran penelitian. Untuk
pengambilan sampel dalam suatu penelitian, terlebih dahulu harus
mengetahui populasi yang dijadikan penelitian. “Totalitas semua nilai yang
mungkin, hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kwalitatif
dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan
jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi.” (Sudjana,
1986:157)
Dari sejum lah obyek yang dijadikan populasi maka keseluruhan harus
mempunyai ciri-ciri yang sama. Ciri-ciri suatu populasi akan lebih tepat
diketahui dengan menilai tiap-tiap unsur yang dilakukan tanpa kecuali.
Penentuan populasi dan sampel dalam suatu penelitian sangat penting, guna
menentukan obyek yang akan diteliti serta batas -batasnya, sehingga akan
mudah diukur variabel-variabelnya. Sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan maka yang diambil sebagai populasi dalam penelitian ini adalah
peserta didik kelas VI MI Al - Jihad CiaterTahun pelajaran 2006/2007
2. Subyek Penelitian
Satu masalah penting yang harus dilakukan oleh seorang peneliti, jika
hendak mengadakan Penelitian Tindakan Kelas yaitu penentuan subyek
penelitian. Dari 8 kelas yang ada peserta didik kelas II di SMP Negeri 6 Kota
Blitar diambil satu kelas sebagai subyek penelitian yaitu kelas IIB yang
berjumlah 34 ssiwa. Pengambilan subyek penelitian dimaksudkan untuk
menafsirkan sejumlah peserta didik yang ada dalam populasi tanpa
menganalisa secara keseluruhan permasalahan yang ada pada populasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini diupayakan semaksimal m ungkin
agar bisa m endapatkan data yang benar-benar valid, maka peneliti
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat alat penelitian untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik
kelas V.
b. Membuat alat peraga dengan konteks kamajuan Dinasti Umayyah.
c. Melaksanakan evaluasi atau ulangan harian sebanyak tiga kali pada
pokok bahasan kemajuan Dinasti Umayyah.
d. Mengumpulkan data, mengoreksi hasil evaluasi peserta didik dan
menyimpulkan untuk mengadakan data kuantitatif daya serap peserta
didik.
Pada penelitian ini data yang didapatkan itu belum berarti apa-apa sebab
data tersebut masih merupakan data mentah. Untuk itu diperlukan teknik
menganalisa data agar bisa ditafsirkan hasilnya sesuai dengan rumusan
masalah. Dalam penelitian ini digunakan penafsiran skor acuan kriteria
(Criterion Referensi Test).
e. Penafsiran skor acuan kriteria adalah pemberian skor berdasarkan
kemampuan peserta didik menyelesaikan evaluasi atau ulangan harian.
Jawaban yang benar dari peserta didik yang bersangkutan dapat
dinyatakan dalam bentuk prosentase sebagai berikut:
= = 100
Dari skor bisa ditafsirkan tentang ketuntasan belajar peserta didik sesuai
dengan standar kompetensi kurkulum sebagai berikut:
a. Ketuntasan Perorangan
Seorang peserta didik dikatakan berhasil (mencapai ketuntasan), jika
telah mencapai telah menguasai standar kompetensi dan komptensi dasar
dan bagfi peserta didik yang belum menguasai standar kompetensi dasar
dilakuikan remidi sebelum melanjutkan poko bahasan berikutnya.
b. Ketuntasan Klasikal
Klasikal atau suatu kelas dikatakan telah berhasil (mencapai
ketuntasan belajar), jika paling sedikit 85% dari jumlah dalam kelompok
atau kelas tersebut telah mencapai ketuntsan perorangan.
Apabila sudah terdapat 85% dari banyaknya peserta didik yang
mencapai tingkat ketuntasan belajar maka kelas yang bersangkutan dapat
melanjutkan pada satuan pembelajaran berikutnya. Apabila banyaknya
peserta didik dalam kelas yang mencapai tingkat ketuntasan belajar
kurang dari 85% m aka:
1. Peserta didik yang belum menguasai standar kompetensi dan
komptensi dasar harus diberikan program perbaikan mengenai
bagian-bagian bahan pelajaran yang belum dikuasai.
2. Peserta didik yang telah mencapai taraf penguasaan 65% atau
lebih dapat diberikan program pengayaan.
3. Bila ketuntasan peserta didik lebih dari 85% maka pembelajaran
yang dilaksanakan peneliti dapat dikatakan berhasil. Tetapi bila
ketuntasan belajar peserta didik kurang dari 85% m aka pengajaran
yang dilaksanakan peneliti belum berhasil.
F. Perencanaan Tindakan
1. Perencanaan Tindakan I
Tindakan pertama digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta
didik dalam hal mengingat kemajaun-kemajuan yang dicapai Dinasti
Umayyah melalui pendekatan kontekstual. Hal ini mengacu pada pendapat
Dr. Nurhadi dan Drs. Agus Gerrad bahwa “dalam pendekatan kontekstual
dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.”
Dalam perencanaan atau tindakan tetap mengacu pada hasil temuan
kesulitan setiap peserta didik. Sebagai contoh langkah-langkah tindakan
sebagai berikut:
1. Nama Ulama dari tabi’in dibidang fiqih adalah
a. Said bin Musayyad b. Mujahid bin Zubaer
c. Ubay bin Kaab d. Hammad bin Abi Sulaeman
Siswa kebingungan mengenai tokoh dan disiplin illmu yang didalaminya,
sebab dalam sejarah Kebudayaan Islam terjadi periodisasi dan kajian
illmu-ilmu Islam yang bengi banyak, sehingga mereka (peserta didik)
harus meghafal seluruh tokoh-tokoh yang mungkin ada beserta disiplin
ilmu yang dikajinya. Selain itu pula satu tokoh tidak hanya mendalami satu
disiplin ilmu.
2. Shabat yang menjadi guru di bidang tafsir adalah :
a.. Hasa al Basri b. Mujaihid bin Zubaer
c. Ubay bin Kaab d. Ham mad bin Sulaeman
Sama halnya dengan jawaban yang diberikan peserta didik pada soal
nomor 1 di atas, rata-rata merasa kebingungan mengenai ilmu-ilmu Islam
yang didalaminya.
Penelitian bersama-sama peserta didik merumuskan bahwa dari hasil
perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa luas lingkaran dengan cara
menghitung pendekatan kontekstual bangun kubus dan balok.
Perencanaan Tindakan II. Tindakan kedua ini bertujuan untuk membahas
tokoh-tokoh ulama tabi’in dalam bidang ilmu hadits, ilmu tafsir.
Langkah-langkah untuk melakukan percobaan di kelas adalah sebagai
berikut:
Pertama, peserta didik dalam kelas dibagi menjadi 6 kelompok masing-
masing kelompok terdiri dari 6 peserta didik.
Kedua guru memberi pengarahan dalam menyelesaikan soal kepada seluruh
kelompok dalam kelas guna persiapan untuk melakukan penelitian terhadap
buku sumber
Ketiga, guru membimbing dalam masing-masing kelompok untuk melakukan
kegiatan pencarian dalam buku sumber untuk menemukan tokoh-tokoh yang
mndalami ilmu hadits, ilmu tafsir
Langkah selanjutnya secara terperinci telah diterangkan dengan jelas, pada
bab I halaman 1 sampai dengan 10 sehingga diperoleh nama-nam a tokoh
yang mendalami ilmu hadits, ilmu tafsir pada periode Dinasti Umayyah.
Tindakan ketiga ini bertujuan untuk menemukan nama-nama tokoh dan
karyanya dalam bidang ilmu fiqih dan tasawuf. Langkah-langkah yang
dilakukan di kelas adalah sebagai berikut:
Pertama, peserta didik dianjurkan bergabung ke dalam kelompok yang telah
dibentuk dalam pertemuan sebelumnya.
Kedua, peneliti memberi pengarahan kegiatan yang akan dilaksanakan dan
apa yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok dengan konteks
mencari
Ketiga, peneliti membimbing kelompok-kelompok yang masih mengalami
nama-nama tokoh dalam bidang ilmu fiqih dan tasawuf pada masa Dinasti
Umayyah.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Supaya dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan hasil yang sesuai dengan
harapan maka peneliti menggunakan model siklus. Adapun pelaksanaan dari
siklus-siklus tersebut adalah sebagai berikut:
A . SIKLUS I
1. Perencanaan
Pada siklus ini peneliti merencanakan bahwa dalam pembahasan pokok
bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah dengan m enggunakan pendekatan
kontekstual. Menurut peneliti bahwa peserta didik kelas VIII di MTs. Negeri
Pamoyanan sebagian besar belum mengetahui dan menguasai pembelajaran
Kemajuan Dinasti Um ayyah dari pembelajaran sebelumnya. Disamping itu
peneliti ingin mengetahui dan meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik
khususnya pada Kemajuan Dinasti Umayyah peserta didik kelas VIII di MTs.
Negeri Pamoyanan Tahun Pelajaran 2006/2007.
2. Pelaksanaan
Kegiatan pembelajaran pada siklus ini dilaksanakan pada tanggal 10 s/d
15 September 2004 dengan uraian sebagai berikut:
a. Setelah tanda pelajaran dimulai peneliti masuk dan memberikan
salam. Peneliti membuka pelajaran dengan pembukaan bahwa pada
kesempatan ini akan dibahas tentang Dinasti Umayyah, peneliti
m emberikan pernyataan-pertanyaan tentang Dinasti Bani Umayyah
dengan tujuan mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik
tentang Dinasti Bani Umayyah. Selain itu diharapkan dapat
m embangkitkan kreatifitas peserta didik dalam mengungkapkan
pendapat dan apa yang peserta didik ketahui tentang Dinasti Bani
Umayyah. Kemudian peserta didik disuruh menyebutkan tokoh-tokoh
yang ada dalam Dinasti Bani Umayyah.
b. Dari contoh nama tokoh-tokoh tersebut, diharapkan peserta didik dapat
dengan mudah memahami konsep pembelajaran dengan suatu
konteks sejarah perjuangan umat Islam. Sehingga pendekatan ini
lebih mudah dipahami oleh peserta didik dan konsep pembelajaran
yang sebenarnya dapat tercapai dengan semaksimal mungkin.
c. Kemudian peneliti memberikan kesemepatan kepada peserta didik
untuk bertanya. Jika ada pertanyaan peneliti mengulang kembali
bagian yang ditanyakan peserta didik sehingga peserta didik jelas dan
m emahaminya. Dan apabila peserta didik telah paham maka peneliti
m emberikan soal-soal untuk dikerjakan. Peneliti mengamati dan
berkeliling untuk memberi bimbingan kepada peserta didik yang masih
m engalam i kesulitan. Selanjutnya peneliti menunjuk peserta didik
untuk menyebutkan jawaban yang telah ditemukan dalam buku
sumber.
d. Sebelum kegiatan pembelajaran pertama berakhir, peneliti
m emberikan soal-soal latihan (evaluasi 1) yang harus dikerjakan
peserta didik dan selanjutnya dikumpulkan. Dari hasil latihan ini
dijadikan sebagai sumber data pertama. Pada kegiatan ini soal yang
peneliti berikan berjumlah 5 butir soal dengan alokasi waktu 15 menit.
Apabila waktu masih memungkinkan peserta didik diberikan tugas
rumah yang diambilkan dari buku paket.
3. Pengamatan
Dari pemberian soal pada evaluasi pertama didapatkan data nilai sebagai
berikut:
Mata Pelajaran : Sejarah Kebudayaan Islam
Pokok Bahasan : Kemajuan Dinasti Umayyah
Sub Pokok Bahasan : Kamajuan Dinasti Umayyah
Kelas/Sekolah : VI MI Al – Jihad
HASIL NILAI EVALUASI SIKLUS I
No Nam a Nilai Ketuntasan Belajar
No
|
Nama Siswa
|
Nilai
|
Ketuntasa
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hasil Analisa
Banyaknya peserta didik seluruhnya = 24 peserta didik
Banyaknya peserta didik yang tuntas belajar = 22 peserta didik
Prosentase banyaknya peserta didik yang tuntas = 65%
a. Klasikal: Ya/Tidak
Kesimpulan:
Perlu perbaikan secara individual peserta didik -peserta didik yang bernama:
Dari analisa di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan
pembelajaran yang dilakukan belum berhasil sebab prosentase peserta didik
yang tuntas belajar baru mencapai 65% dari peserta didik kelas IIB. Suatu
kelas dikatakan berhasil jika mencapai ketuntasan belajar paling sedikit 85%
dari jumlah peserta didik dalam kelas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
kegiatan pembelajaran belum berhasil dan perlu ditinjau kembali untuk tahap
pembelajaran berikutnya.
4. Refleksi
Kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan belum berhasil. Apakah
penyebabnya? Sedangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajarantelah disusun
sesuai dengan kerangka pembelajaran yang sesungguhnya yaitu
m enggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Peneliti berusaha
m encari penyebabnya dengan memperhatikan kejadian-kejadian di kelas,
antara lain:
a. Suasana kelas agak terganggu, dimana sebagian peserta didik kurang
memperhatikan materi pembelajaran yang diberikan oleh peneliti. Hal
ini disebabkan karena peserta didik sibuk sendiri menggali dan
mencari-cari dalam buku sumber, ada sebagian peserta didik tidak
memiliki buku buku sumber. Masalah inilah yang mengganggu dan
menghambat jalannya pembelajaran untuk berhasil.
b. Pada pertemuan ini peserta didik kurang memperhatikan hal-hal
penting yang harus dipahami dan dimengerti, sehingga
mengakibatkan penurunan prestasi belajar peserta didik baik dalam
pengerjaan soal latihan maupun pengerjaan soal evaluasi.
B . SIKLUS II
1. Perencanaan
Pada siklus ke dua peneliti lebih meningkatkan kegiatan pembelajaran
dari apa yang telah dilakukan pada siklus I yaitu peneliti ingin membawa
peserta didik kelas VI di MI Al - Jihad Ciater pada suasana
pembelajaran yang lebih menyenangkan. Dari pembelajaran ini peneliti
mengharapkan suasana kerjasama yang baik dalam memecahkan sautu
maslaah peserta didik dan tanggung jawab setiap peserta didik terhadap diri
sendiri serta kelompoknya. Setiap peserta didik diharapkan
mengklasifikasikan nama tokoh dan bidang ilmu yang didalaminya pada masa
Dinasti Umayyah dengan cara menyusun dan mengelompokannya serta
menyelesaikan setiap soal dengan kelompoknya. Dengan demikian rasa
tanggung jawab dan ketuntasan belajar peserta didik dapat tercapai.
2. Pelaksanaan
Kegiatan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 s/d
22 September 2004 yang membahas tentang mengklasifikasikan nama tokoh
ddalam bidang ilmu hadits dan ilmu tafsir melalui pendekatan konteks dalam
buku sumber. Kem udian selanjutnya dengan menyusun dan
mengelompokannya dalam bentuk tabel setiap tokoh dan karya dalam bidang
ilmu hadis dan ilmu tafsir. Peserta didik diharapkan juga dapat mengerjakan
latihan soal dan mengerjakan soal evaluasi 2 sebagai penjaring data.
Pelaksanaan kegiatan penelitian dan pencarian dalam buku sumber yang
dilakukan di dalam kelas adalah sebagai berikut:
a. Peserta didik dibagi dalam 6 kelompok dimana tiap kelompok
beranggotakan 5 orang dan ada 1 kelompok beranggotakan 4
orang sebab jumlah peserta didik hanya 34 orang.
b. Pada m asing-masing kelom pok, peneliti membagi dalam tiga
kelompok yaitu: kelompok atas, kelompok sedang dan kelompok
bawah. Hal ini dilakukan dengan m aksud agar dalam kelom pok
tersebut sem ua peserta didik mempunyai potensi yang sama dalam
pembelajaran.
c. Masing-m asing kelompok mempersiapkan bahan berupa buku
sumber yang telah disediakan oleh guru selain yang dibawa oleh
peserta didik.
d. Peneliti kemudian menyuruh kepada masing-masing kelompok
untuk menyiapkan seluruh peralatan dan peneliti memberi arahan
cara mencari dan meneliti tokoh dan karya seseorang dalam
sebuah buku sum ber dan selanjutnya peserta didik mengikutinya.
e. Peneliti keliling melihat hasil kerja masing-masing kelompok dan
memberikan bantuan seperlunya.
f. Peneliti memberikan penjelasan pada seluruh kelompok dengan
menyebutkan tokoh-tokoh dalam bidang ilmu hadits dan ilmu tafsir
pada masa Dinasti Umayyah.
g. Dari penjelasan yang diberikan oleh peneliti, masing-masing
kelompok dapat membuat tabel tokoh dalam bidang ilmi hadits dan
ilmu tafsir pada m asa Dinasti Umayyah
h. Kemudian peneliti memberikan beberapa soal yang berkaitan
sejumlah tokoh ilmu hadits dan tafsir pada masa Dinasti Um ayyah
i. Selanjutnya peneliti menunjuk beberapa peserta didik untuk menjawab
dengan menyebutkan jawaban soal latihan yang dibacakan oleh
guru. Dan sebelum pembelajaran berakhir peneliti memberikan
tugas di rumah (PR) dari buku paket.
j. Kemudian pem belajaran berikutnya adakah pelaksanaan evaluasi 2
yang terdiri dari 5 butir soal yang harus dikerjakan oleh setiap
peserta didik dan bila selesai segera dikumpulkan.
BAB V
PENUTUP
A . Simpulan
Setelah peneliti cermati selama dalam kegiatan penelitian dari hal proses
sampai pada hasil maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam menggunakan metode pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual hendaknya guru juga memperhatikan pentingnya pengelolaan
kelas. Hal ini demi kelancaran proses pembelajaran. Sebab walaupun
dalam pembelajaran sudah menggunakan metode pembelajaran yang
baik namun jika dalam mengelola kelas kurang baik, maka proses
pembelajaran akan terganggu dan hasilnya kurang memuaskan.
2. Pem belajaran kontekstual pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti
Umayyah telah memberikan nuansa baru dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam sehingga pem belajaran lebih efektif. Hal ini terbukti
dengan adanya perubahan yang signifikan terhadap ketuntasan belajar
peserta didik. Terlihat pada nilai ulangan peserta didik yang dilakukan
setelah siklus III mencapai nilai rata-rata 8,5 dengan ketuntasan belajar
94%.
B . Saran-saran
Setelah mengetahui hasil dan kesimpulan selama penelitian berlangsung
di MTs. Negeri Pamoyanan, peneliti mem berikan saran antara lain:
1. Seorang guru hendaknya terampil dan dapat menguasai berbagai
metode pembelajaran agar peserta didik lebih mudah m emahami materi
pembelajaran.
2. Seorang guru harus selalu aktif melibatkan peserta didik selama
kegiatan pembelajaran berlangsung.
3. Seorang guru harus dapat m emilih m etode dan kreatif dalam mencoba
ide baru agar proses pembelajaran berhasil dengan baik dan tidak
membosankan.
4. Hendaknya guru selalu memotivasi peserta didik untuk selalu belajar di
rumah materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya supaya
dalam pembelajaran peserta didik mempunyai gambaran materi.
5. Perlunya kolaborasi dengan guru yang lain di dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas.
6. Kepala Sekolah hendaknya memfasilitasi kegiatan Penelitian Tindakan
Kelas yang dituangkan dalam Program Kerja Sekolah.
DAFTAR RUJUK AN
Abimanyu, S oli, 1998, Penyusunan Proposal PTK, Makalah dalam PCP
PTK Proyek PGSM tanggal 1-22 Oktober
Abimanyu, Soli dkk, 1995, Penelitian Praktis untuk Perbaikan Pembelajaran,
PGSM Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta
Arends, Ricard I, 1997, Classroom Intruction and Management, Toronto,
McGraw-Hill
A . Syalabi, 1983, Sejarah Kebudayaan Islam 1 dan 2, Jakarta : Pustaka al-
Husna
Badri Yatim, 1996, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Chatibul Umam, Sejarah Kebudayaan Islam kelas VIII untuk MTs ., Kudus :
Menara Kudus
Hokins, David, 1992, A Guide to Classroom Research, 2nd ed. Open
University Press
Jaih Mubarok, 2004, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani
Quraisy
Kartono, Kartini, 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung :
Mandar Maju
Oemar Amin Hoesin, 1981, Kultur Islam, Sejarah Perkembangan Kebudayaan
Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional, Jakarta
: Bulan Bintang
Moeleong, L.J., 1991, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Nurhadi dan Sentuk, Agus, Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya Dalam KBK. Malang: UM Press.
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:
UM
Press.
Marcell A. Boisard, 1979, Humanisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang
WARNING..!! Etika BERKOMENTAR di Blog all's well :
a. Gunakanlah Perkataan yang Baik, Ramah dan Sopan
b. Komentar SPAM akan all's well HAPUS setelah direview
c. Komentar NEGATIF & RASIS akan Segera di HAPUS
d. Dilarang Menambahkan "LINK AKTIF" dalam Komentar
Note: "ANDA SOPAN KAMI PUN SEGAN" (all's well) ConversionConversion EmoticonEmoticon