Hemat saya, ada tiga hal menarik tentang maulid
Nabi ini. Pertama: tradisi ini dijalankan di hampir semua negara muslim,
setidaknya jika kita melihat dari sisi “tanggal merah”. Kecuali Saudi
Arabia, hampir semua negara muslim “memerahkan” tanggal 12 Rabi’ul
Awwal. Artinya, resmi sebagai libur nasional.
Dalam kalender resmi
yang diterbitkan kerajaan Arab Saudi, 12 Rabi’ul Awwal bukan libur
nasional walaupun sebagian penduduk negeri itu “merayakan” maulid Nabi.
Kata merayakan sengaja saya berikan tanda petik. Sebab, perayaan di
kalangan penduduk Mekah tidak sama dengan perayaan maulid di tanah air.
Mereka tak menggelar kenduri, pasang tenda, bacakan kisah Maulid karya
Syeikh al-Barzanji atau keramaian lainnya. Mereka hanya mengungkapkan
rasa bahagia itu dengan membagi-bagikan hadiah kepada orang lain.
Apa
yang dilakukan pemerintah Arab Saudi (dan rakyatnya) dapat dipahami.
Secara umum, Saudi Arabia adalah manifestasi pemikiran Imam Ibn
Taymiyah. Dalam kitabnya, إقتضاء الصراط المستقيم لمخالفة اصحاب الجحيم,
Ibn Taymiyah mengatakan,
اتخاذ موسم غير المواسم
الشرعية كبعض ليالي شهر ربيع الأول التي يقال إنها ليلة المولد….. فإنها من
البدع التي لم يستحبها السلف ولم يفعلوها
“menjadikan musim-musim
selain musim-musim syariah seperti sebagian malam pada bulan Rabi’ul
Awal yang diyakini sebagai malam maulid…., perbuatan itu adalah inovasi
(bid’ah) yang tidak pernah dilakukan para ulama terdahulu (salaf).”
Kedua:
Bagi kalangan yang menyelenggarakan Maulid, perayaan tersebut bukan
saja sebuah prosesi kultural tetapi ibadah yang bernilai. Ibadah itu
meliputi; silaturahim, shalawat nabi, majelis ilmu, dan – tentu –
bersedekah. Karena itu, di kampung saya, maulid Nabi biasanya diakhiri
dengan makan bersama di nampan yang dibawa ibu-ibu dari rumah
masing-masing. Saat kecil dulu, saya paling suka “berburu” nampan yang
di atasnya ada bawang dan cabe goreng, diiris halus dan rapi. Tentu ada
semur daging dan emping gorengnya juga. He…
Di banyak tempat,
maulid adalah kerayaan tahunan yang meriah. Di berbagai kitab kuno, kita
mendapatkan bahwa para ulama besar seperti As-Suyuthi, Ibn Hajar
al-Asqalani, Ibn Jauzi dan Ibn ‘Abidin tidak melarang maulid Nabi. Dalam
kitab حسن المقصد في عمل المولد, Imam As-Suyuthi menulis,
عندي
أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية
الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم
سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب
عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي وإظهار الفرح والاستبشار بمولده
الشريف
“Menurut saya, prosesi rangkaian maulid yang terdiri atas
berkumpulnya manusia, membaca al-Qur’an, membaca riwayat tentang Nabi
dan peristiwa kelahirannya serta menyantap makanan kemudian selesai,
tanpa ada tambahan macam-macam adalah inovasi (bid’ah) yang baik yang
mendapat balasan pahala pelakunya, sebab di dalamnya ada penghormatan
kepada kemuliaan Nabi dan mempertegas rasa bahagia atas kelahiran Nabi
yang mulia.”
Dari penjelasan singkat As-Suyuthi itu – dan ulama
lainnya – perayaan Maulid adalah suatu “inovasi yang baik” Disebut
“inovasi” sebab memang tak dikenal di zaman Nabi, juga tidak di zaman
para sahabat Nabi. Esensi-nya adalah, bahwa pada hari Maulid itu, umat
Islam berbahagia atas kelahiran Rasul-Nya dan kemudian mengungkap rasa
bahagia dalam syair seperti yang ditulis oleh Syeikh al-Barzanji.
Dalam
satu hadits shahih, Rasulullah SAW diriwayatkan berkata bahwa Abu Lahab
diringankan azabnya pada setiap hari Senin. Kok bisa? Ya, sebab, dia
berbahagia ketika Nabi lahir. (Maklum, Nabi adalah keponakan Abu Lahab
dari garis Abdul Mutholib). Karena itu, al-Hafiz Syamsuddin ad-Dimasyqi
menulis suatu syair:
إذا كان هذا كافرا جاء ذمه * وثبت يداه في الجحيم مخلدا
أتى انه في يوم الاثنين دائما * يخفف عنه للسرور بأحمدا
فما الظن بالعبد الذي طول عمره * بأحمد مسرور ومات موحدا
أتى انه في يوم الاثنين دائما * يخفف عنه للسرور بأحمدا
فما الظن بالعبد الذي طول عمره * بأحمد مسرور ومات موحدا
Jika dia (Abu Lahab) saja yang kafir telah jelas dosanya * kekal tangannya berada di neraka jahim
Datang (berita) bahwa pada setiap hari senin selalu * diringankan darinya (azab neraka) karena bahagia dengan (kelahiran) Muhammad
Maka, bagaimana pula dengan hamba yang sepanjang hidupnya * dengan (kelahiran) Muhammad dia berbahagia dan mati dalam keadaan beriman
Datang (berita) bahwa pada setiap hari senin selalu * diringankan darinya (azab neraka) karena bahagia dengan (kelahiran) Muhammad
Maka, bagaimana pula dengan hamba yang sepanjang hidupnya * dengan (kelahiran) Muhammad dia berbahagia dan mati dalam keadaan beriman
Ketiga:
Terlepas dari Anda sepakat atau tidak dengan perayaan Maulid,
sesungguhnya ada satu persoalan yang menyita perhatian para pakar
sejarah Islam. Selama ini, kita meyakini bahwa Nabi lahir pada hari
Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun gajah. Bacaan lebih lanjut
sesungguhnya boleh membuat kita berbeda pendapat. Misalnya, tentang
hari-nya: Senin. Keyakinan ini didasari pada hadits Nabi ketika ditanya
mengapa Nabi suka berpuasa di hari Senin? Jawabnya: “Ini adalah hari di
mana aku dilahirkan.” (HR Muslim No. 1162). Sepakat.
Tentang
tanggalnya: 12 bulan Rabi’ul Awal sesungguhnya adalah hanya keyakinan
mazhab Sunni. Kalangan Syiah meyakini Nabi lahir pada tanggal 17 masih
di bulan yang sama. Menurut Syiah, pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal pula
Imam Ja’far As-Shadiq – imam keenam Syiah, dilahirkan – tentu di tahun
yang berbeda.
Lalu, tentang tahun-nya yang dikenal sebagai Tahun
Gajah. Disebut demikian, sebab pada tahun ketika Nabi lahir itu, pasukan
Abraha dari Yaman tengah menuju Mekah untuk menghancurkan Ka’bah.
Peristiwa itu, menurut Ibn Hisyam, “coinsident” dengan kelahiran Nabi
Muhammad SAW.
Tentang tahun gajah ini ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan. Pertama: Awalnya, raja Abraha di Yaman telah membangun
al-Qullaiys – gereja Ekanola – di Yaman. Abraha sendiri adalah raja
Yaman yang berdarah Ethiopia. Saya lebih suka menyebutnya sebagai
gubernur wilayah Yaman sebab pusat kekuasaan Kristen ketika itu adalah
kerajaan Aksum di Ethiopia. Kerajaan itu sangat besar. Mereka menguasai
perdagangan kawasan Arab dan India. (Ingat, Rasulullah sendiri pernah
mencoba berhijrah ke Ethiopia; menunjukkan kawasan itu adalah “land of
opportunity”).
Abraha berharap al-Qullaiys yang ia bangun menjadi
“center of attraction” untuk mengembangkan industri turisme Yaman.
Namun, pesona Ka’bah di lembah Mekah lebih menarik perhatian para
peziarah. Sehingga, ia mengkonsolidasikan pasukannya untuk menghancurkan
“bangunan kubus” di Mekah itu. Para sejarawan meyakini, pasukannya
terdiri atas empat puluh ribu orang tentara dengan dipimpin langsung
oleh Abraha yang menaiki seekor gajah putih.
Peristiwa itu
diabadikan al-Qur’an dengan diturunkannya surah al-Fil. Ketika
menceritakan tentang proses penghadangan mereka, Allah SWT berfirman, وأرسل عليهم طيرا أبابيل Selama
ini, pemahaman atas ayat itu adalah, Allah mengirim burung Ababil. Saya
lebih suka memahaminya, “Dan Aku utus mengadang mereka burung yang
berbondong-bondong.” Sebab, burung-burung itu diutus untuk menghadapi
empat puluh ribu tentara Abraha, maka wajar-lah jika mereka datang
bergelombang.
Kedua: Masyarakat Arab kala itu belum mengenal
kalender. Maka peristiwa itu menjadi peristiwa yang selalu diingat. Pada
tahun ketika pasukan Gajah menyerang Ka’bah itu-lah, Nabi Muhammad SAW
diyakini telah lahirkan. Apakah persis di tahun saat penyerangan itu?
Menurut saya, boleh jadi “Ya”, boleh jadi juga “tidak”. Mengapa?
Sebab
kisah tentang tahun kelahiran itu baru dibukukan oleh Ibn Hisyam –
dengan merujuk pada Ibn Ishaq — kurang lebih seratus tahun setelah
kematian Rasulullah SAW. Ibn Hisyam adalah sejarawan pertama yang
menuturkan secara komprehensif perjalanan hidup Nabi – dari lahir hingga
wafat. Ibn Hisyam menuturkan (dengan mengutip dari catatan Ibn Ishaq):
“Telah menceritakan kepadaku: Al-Mutholib bin Abdullah bin Qais bin
Mahrumah, telah berkata ia (Qais bin Mahrumah): “Aku dan Rasulullah
(saw) dilahirkan di tahun yang sama: Tahun Gajah.” Cerita ini
menunjukkan, penulisan tentang sejarah Nabi baru dimulai tiga generasi –
dari cucu: al-Mutholib, lalu anak: Abdullah, lalu pelaku sejarah: Qais.
Sebab
lainnya: para sejarawan modern simpang siur mencatat peristiwa serangan
ke Ka’bah itu. Ada yang mencatat terjadi di tahun 568 dan ada juga yang
menyebutnya terjadi di tahun 569 Masehi. Logika sederhananya: jangankan
empat belas abad lalu, orang-orang tua kita saja jika ditanyakan kapan
lahirnya, paling cuma bilang, “Aku lahir di zaman Jepang”.
Namun,
satu fakta sejarah yang tak dapat ditolak adalah bahwa benar telah
terjadi penyerangan ke Ka’bah dan menjadi bagian sejarah dalam
mempelajari kehidupan Rasulullah SAW.
Demikian tulisan singkat ini, semoga manfaat.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/01/12/44667/sekilas-tentang-maulid-nabi-saw/#ixzz2zt8jhVs8
WARNING..!! Etika BERKOMENTAR di Blog all's well :
a. Gunakanlah Perkataan yang Baik, Ramah dan Sopan
b. Komentar SPAM akan all's well HAPUS setelah direview
c. Komentar NEGATIF & RASIS akan Segera di HAPUS
d. Dilarang Menambahkan "LINK AKTIF" dalam Komentar
Note: "ANDA SOPAN KAMI PUN SEGAN" (all's well) ConversionConversion EmoticonEmoticon